Hidayatullah.com–Presiden Turki Recep Tayyip Erodgan mengatakan Hari Ahad jika Russia tidak memandang rezim Suriah Bashar al Assad sebagai alat untuk menunjukkan kekuatannya di wilayah Mediterania dan jika Iran tidak mengadopsi kebijakan politik sektarian, dunia mungkin tidak akan menyaksikan keadaan yang terjadi baru-baru ini di Suriah.
Berbicara pada pertemuan yang ke 30 dari Birlik Vakfi (Persatuan Badan Amal), Erdogan mengatakan Turki tidak akan menutup mata pada penderitaan orang-orang di wilayah dan di dunia.
“Kami akan menahan amarah, tetapi kami tidak akan berpura-pura tuli pada saudara-saudara kami yang berada dalam penindasan,” ujarnya dikutip Daily Sabah Ahad (27/12/2015).
Mengomentari argumen Moskow bahwa pasukan Rusia berada di Suriah karena undangan dari rezim Suriah, Erdogan mengatakan:
“Anda tidak wajib menerima panggilan pertolongan dari sebuah pemerintahan yang telah membantai 400.000 orang,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, jika Iran tidak mendukung Assad karena faktor kebijakan sektariannya, perang di Suriah mungkin tidak akan menjadi seperti sekarang, di mana ribuan pasukan Iran dan beberapa kelompok milisi Syiah dari Libanon dan Iraq berperang dan membela rezim.
Erdogan mengatakan Turki akan tetap selalu mendukung rakyat Suriah dan tetap membayar, dan terus membayar harga yang cukup mahal atas sikap berprinsip, tetapi tidak akan membiarkan penderitaan orang-orang yang menderita. Dia mengkritisi sikap Barat atas sikap acuh tak acuh pada krisis itu.
“Segalanya akan berbeda jika negara Barat memberikan dukungan pada oposisi moderat,” kata Erdogan, dia menambahkan bahwa mereka hanya akan mulai mengambil sikap ketika para pengungsi tiba di pintu rumah mereka.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita milik Arab Saudi Al-Arabiya, Erdogan juga menunjuk ketepatan waktu krisis Iraq dengan penempatan pasukan Turki di kamp Bashiqa utara Mosul, yang datang setelah penolakan Turki atas permintaan Rusia untuk bergabung pada aliansi yang bekerja sama dengan Presiden Suriah Bashar Assad dan pasukan rezim bersama pasukan Iraq dan Iran.
Hubungan antara Turki dan Iraq masih baik, kata Erdogan dan dua negara membahas tentang perkembangan terkini masalah dalam negeri pada kunjungan terakhir Perdana Menteri Iraq Haider al-Abadi ke Turki.
Dia juga menekankan bahwa Abadi meminta bantuan Turki setelah ISIS mengambil alih negara terbesar kedua Iraq, Mosul, dan Ankara sepenuhnya siap untuk membantu Iraq.
Erdogan mengatakan Turki meminta Iraq untuk menyediakan lokasi yang nyaman bagi tentara Turki untuk melakukan pelatiahn dan Iraq memilih sebuah kamp di Bashiqa. Dia juga mengatakan bahwa Menteri Pertahanan Iraq Khaled al-Obaidi mengunjungi kamp pada saat itu.
“Sepertinya pengerahan pasukan di Suriah telah mempengaruhi situasi itu. Suriah, Iraq, Rusia dan Iran telah membentuk sebuah aliansi, dan Rusia meminta kami untuk bergabung dengan aliansi tersebut. Tetapi saya berkata pada Presiden [Vladimir] Putin bahwa Saya tidak dapat duduk bersama dengan seorang presiden yang tidak memiliki legitimasi,” kata Erdogan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Iran tidak dapat lagi menyembunyikan ambisi mereka untuk mendapatkan senjata nuklir, kata Erdogan, dan dunia tidak membantu usaha nuklir Iran.
Berbicara atas nama hubungan bilateral antara dua Negara, Erdogan mengatakan terdapat perbedaan antara Turki dan Iran, tetapi dia tidak ingin perbedaan-perbedaan tersebut mempengaruhi hubungan bertetangga.
“Kita seharusnya tidak menjadi musuh bagi lainnya karena sikap sektarian” kata Erdogan. “Acuan kita harusnya Islam. Ada usaha-usaha di dunia yang ingin memisahkan kita.”
Erdogan mengatakan dunia Islam harus dibangun bersama dan harus bergabung dengan usaha tersebut.
“Lihat apa yang terjadi di Iraq, Suriah, Palestina, dan Libya. Kita harus melewati masalah-masalah itu. Jika kita menyelesaikan hal tersebut, dunia Islam akan lebih hebat,” katanya lagi.*/Nashirul Har AR