Hidayatullah.com—Gereja Anglikan memberikan sanksi kepada cabangnya yang liberal di Amerika Serikat karena mendukung perkawinan sesama jenis. Namun, tindakan itu dinilai tidak menyelesaikan krisis yang sedang terjadi di tubuh gereja pecahan Katolik Roma tersebut, lapor Reuters Jumat (15/1/2016).
Gereja Anglikan, yang berpusat di Inggris dan diperkirakan memiliki 85 juta orang pengikut di 165 negara, mengalami krisis sejak 2003 karena argumen soal seksualitas dan gender antara cabang gereja yang liberal di Barat dengan sejawat mereka yang lebih konservatif di Afrika.
Menyusul pertemuan tertutup selama empat hari, 38 kepala provinsi Anglikan di seluruh dunia mengatakan Episcopal Church di Amerika Serikat dilarang ikut serta dalam pengambilan keputusan, penetapan doktrin maupun tata kelola selama 3 tahun.
Pimpinan Episcopal Church Uskup Michael B. Curry mengatakan dalam website gerejanya bahwa keputusan itu “sangat menyakitkan”, dan mengatakan kepada uskup-uskup sejawatnya bahwa meskipun demikian dirinya bertekad untuk “seiring sejalan dengan teman-teman dari keluarga Anglikan.”
Menjelang pertemuan, yang dipimpin oleh pemimpin tertinggi Gereja Anglikan Uskup Agung Canterbury Justn Welby, tokoh-tokoh spiritual Anglikan dari kawasan Afrika mengancam akan meninggalkan ruang pertemuan, kecuali jika “aturan Tuhan” dipulihkan. Ancaman itu menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perpecahan formal di tubuh Gereja Anglikan.
Gereja-gereja Anglikan di Afrika menentang perkawinan sesama jenis dan tetap meyakini ajaran Kristen yang menyebutkan bahwa homoseksualitas adalah dosa besar. Sementara gereja-gereja Anglikan di negara-negara Barat, yang berpaham lebih liberal, memilih bersikap lunak dan kompromistis terhadap homoseksual dan bahkan ada yang mendukung perkawinan sesama jenis.
Peter Jensen, seorang mantan uskup agung di Sydney yang berpaham konservatif, menilai keputusan Gereja Anglikan itu “kurang tegas” karena tidak menegaskan ajaran tradisional Kristen perihal perkawinan. Meskipun demikian, dia mendukung sanksi yang diberikan kepada Gereja Episkopal di AS tersebut.
Selain soal pengakuan perkawinan homoseksual, perselisihan lain yang sedang dihadapi oleh Gereja Anglikan adalah soal pentahbisan para wanita dan pentahbisan pria yang mengaku secara terbuka sebagai gay untuk disahkan sebagai pendeta atau uskup.
Anglikan merupakan aliran Kristen ketiga yang paling banyak memiliki pengikut di seluruh dunia, setelah Katolik Roma dan Orthodoks.*