Hidayatullah.com–Kota Srebrenica di Bosnia, yang dikenal dengan sebagai tempat pembantaian 8.000 Muslim di masa perang oleh pasukan Serbia, sepertinya akan memiliki Gubernur Serbia untuk yang pertama kalinya setelah 17 tahun.
Berdasarkan penghitungan suara awal di Srebrenica, Mladen Grujicic, 34 tahun, dinyatakan menang atas rival Muslimnya dan dia mengatakan bahwa rakyat menunjukkan “mereka ingin perubahan”.
Jika disahkan, kemenangan Grujicic akan membuatnya menjadi orang Serbia pertama yang menjadi pemimpin kota itu sejak 1999, meskipun rivalnya dan gubernur incumbent Camil Durakovic mengatakan bahwa masih terlalu dini menyatakan kemenangan sedangkan perhitungan belum selesai.
Srebrenica saat ini merupakan sebuah bentuk kecil dari Bosnia, dengan Muslim dan Serbia hidup berdampingan tetapi tidak berarti bersama – masih adanya ketidakpercayaan lebih dari dua dekade setelah pembantaian Muslim dan perang Bosnia 1992-1995, yang menewaskan 100.000 orang dan menyebabkan dua juta orang kehilangan tempat tinggal.
Grujicic memastikan bahwa pemerintah kota akan terus membantu memperingati 11 Juli, 1995 – tanggal terjadinya pembantaian terburuk Eropa sejak Perang Dunia II.
Dalam pembunuhan massal itu — dinyatakan sebuah genosida oleh dua peradilan internasional — pasukan Serbia Bosnia mengeksekusi ribuan pria dan anak laki-laki Muslim– meskipun wilayah tersebut berada di bawah perlindungan PBB.
“Saya ingin kita membalik lembaran di Srebrenica, untuk mempunyai kehidupan baru, untuk menatap ke depan, untuk mengembangkan Srebrenica di semua area, untuk meyakinkan rakyat agar tetap di sini, tanpa memandang keyakinan atau etnis mereka,” kata Grujicic dikuti AFP.
Di Kota Velika Kladusa wilayah barat laut, posisi gubernur diperkirakan jatuh pada penjahat perang Fikret Abdic (77), yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Kroasia pada 2002.
Selama perang Bosnia, komandan Muslim itu berpihak pada Serbia dalam melawan pasukan Muslim yang loyal pada Sarajevo dan memproklamasikan “Provinsi Otonomi Bosnia Barat”.
Dia kemudian dibebaskan pada 2012 seletah menjalani dua pertiga hukuman lima belas tahun penjara.
Ketegangan meningkat
Tahun ini ketegangan di Bosnia secara khusus tinggi, disebabkan oleh keputusan dari warga Serbianya di referendum pada minggu lalu yang akan terus merayakan “libur nasional” mereka – meskipun otoritas Sarajevo menetapkan bahwa libur dan pemungutan suara keputusan itu ilegal.
Perjanjian damai Dayton yang mengakhiri perang di tahun 1995 membagi Bosnia menjadi dua kesatuan semi-independen — Republik Srpska (RS) yang dijalankan Serbia dan federasi Muslim-Kroasia — terhubung dengan institusi pusat yang lemah.
Pemimpin politik dari kedua pihak, Milorad Dodik di RS dan Bakir Izetbegovic yang Muslim, memimpin kampanye agresif terhadap pemungutan suara itu menggunakan retorika nasionalis.
Dodik menyatakan kemenangan partai SNSD-nya pada Ahad malam, mengatakan bahwa mereka telah menang di 11 lebih kota daripada pemilihan sebelumnya.
Pemungutan suara negara, yang diikuti oleh 53,8 persen dari sekitar 3,2 juta pemilih, ditandai dengan bentrokan kecil antara warga Muslim dan Kroasia di bagian selatan negara itu.
Bentrokan pecah di Kota Stolac wilayah selatan ketika seorang kandidat Muslim, memprotes adanya kecurangan, kata kepala Komisi Pemilihan Nasional Ahmet Santic.
Tiga orang dilaporkan terluka dan pemungutan suara ditunda di kota yang berpenduduk 14.500 orang, campuran antara warga Kroasia dan Bosnia.*/Nashirul Haq AR