Hidayatullah.com–Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyangkal hasil penyelidikan sementara pemerintah Myanmar yang mengklaim tidak terjadi kelaparan dan kekurangan gizi di Rakhine ketika operasi militer Myanmar dilakukan.
PBB dalam hasil penilaian yang tidak dipublikasikan menggambarkan apa yang terjadi bertentangan sekali dengan apa yang dituntut oleh Komisi Penyelidikan yang didirikan oleh pemerintah Myanmar.
Komisi itu pada Ahad lalu mengklaim tidak terjadi kasus kelaparan di Rakhine karena daerah yang diduduki sesuai untuk kegiatan menangkap ikan dan bercocok tanam.
Penilaian PBB itu didasarkan laporan tertanggal 29 Desember 2016 Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), yang sebagian adalah berdasarkan temuan di Kota Maungdaw dan Buthidaung, lokasi yang hanya dapat diakses relawan kemanusiaan.
PBB Segera Lakukan Penyeledikian Kekerasan Aparat Myanmar terhadap Etnis Muslim Rohingya
Informasi yang diperbarui bersumberkan badan pengungsi PBB, Komisi Tinggi PBB Untuk Pengungsi (UNCHR) dan World Food Programme (WFP).
Katanya, hanya sekitar 5.000 orang yang dapat mengakses program makanan lembaga itu pada minggu sebelumnya.
“Meskipun jumlah kehadirannya rendah, jumlah pasien yang mengalami masalah kekurangan zat makanan cukup tinggi dibandingkan konsumsi sebelum 9 Oktober,” kata laporan penilaian itu.
“Sumber utama makanan kebanyakan rumah tangga yaitu 94 persen di utara dan 71 persen di selatan adalah yang disedekahkan,” kata laporan WFP.
Kebanyakan daerah yang diduduki penduduk muslim Rohingya tidak dapat dimasuki oleh wartawan dan pekerja bantuan sejak terjadinya peristiwa serangan di pos kontrol polisi pada 9 Oktober lalu. Ada banyak laporan yang menyatakan terjadi penganiayaan, pembunuhan dan kejahatan perkosaan terhadap penduduk sipil ketika operasi militer dilakukan.
PBB dan kelompok hak asasi manusia sebelum ini berulang kali meminta investigasi independen diadakan tetapi Myanmar bertindak mendirikan komisi sendiri.
WFP menambahkan, survei yang dilakukan menunjukan meskipun pasar-pasar di wilayah selatan Maungdaw beroperasi seperti biasa tetapi perbekalannya kurang dan harganya juga melonjak hingga 21 persen meskipun baru setelah ditunai dan pasar-pasar itu hanya dapat diakses oleh penduduk-penduduk yang terdekat saja karena aspek keamanan.
Sementara itu, pemerintah Myanmar yang tidak terkesan dengan laporan penilaian PBB meminta agar bukti diberikan untuk mendukungnya.
Juru bicara Kantor Presiden Myanmar, Zaw Htay, mengatakan, Kementerian Kesehatan membutuhkan waktu untuk melakukan tinjauan berhubungan kekurangan zat makanan sebagaimana deisebutkan badan dunia tersebut.
Dalam perkembangan terpisah, militer Myanmar diduga memukul seorang Rohingya hingga mati dan hampir 300 penduduk di Rakhine mendapat siksaan pihak pasukan keamanan Myanmar.
Korban yang tewas dikenal sebagai Ibadullah (60), setelah tentara menyerbu beberapa desa di utara Kota Buthidaung dan membuat sekitar 300 penduduk sebagai tahanan sebelum memukul mereka.
Desember lalu, Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan lembaganya menerima laporan setiap hari mengenai dugaan pemerkosaan, pembunuhan dan pelanggaran-pelanggaran lain yang dialami oleh kelompok minoritas Rohingya di Myanmar.
Komisioner Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Zeid Ra’ad al Hussein, mengatakan pendekatan yang ditempuh pemerintah Myanmar kontraproduktif dan bahkan tidak peka.*