Hidayatullah.com–Sekelompok aktivis Buddha radikal hari Rabu (25/10/2017) memblokir rombongan pekerja bantuan yang ingin mengunjungi sebuah kamp pengungsi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Sejak 25 Agustus lalu, lebih dari 600.000 minoritas Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh karena aksi kekerasan Negara dan kelompok aktivis Buddha radikal. Militer Myanmar dituduh telah melakukan aksi pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran pembersihan etnis terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya.
Seorang ketua cabang cabang Jaringan Perempuan Arakan, mengatakan kepada Reuters, sekitar 10 warga Myanmar yang bekerja untuk badan bantuan Relief International (RI) yang berbasis di AS dan Inggris dipaksa untuk berbalik. Tadinya mereka ingin menyalurkan bantuan ke kota Meybon.
Menurut Reuters, para aktivis di kalangan mayoritas Buddha kini meningkatkan upaya untuk memisahkan umat Buddha dan Muslim. Mereka juga menyerukan kepada warga Rakhine agar tidak tidak berdagang dengan umat Islam.
PBB menyebut operasi militer di Myanmar itu sebagai “pembersihan etnis”. Namun Myanmar menolak sebagian besar tuduhan dan mengatakan kasus di Rakhine hanya dibesar-besarkan media.
Baca: Demonstran Buddha Halang-Halangi Bantuan untuk Pengungsi Rohingya
Pengiriman bantuan makanan kepada umat Islam di Meybon sering tertunda dan hanya diperbolehkan setelah diperiksa oleh perwakilan komunitas Buddhis radikal.
“Kelompok Relief International mencoba pergi ke kamp, tetapi penduduk setempat menghalangi jalannya,” kata Tin Shwe. Dia menambahkan, para pekerja bantuan tersebut akhirnya kembali ke kantor mereka setelah insiden itu.
Pemimpin komunitas Buddhis tadikal di Rakhine menuduh badan-badan internasional dan LSM mendukung Rohingya.
Pekerja bantuan dan staf PBB mengatakan kepada Reuters bahwa mereka khawatir pemaksaan seperti itu dapat memicu pengungsian lebih lanjut dari Rakhine. Banyak warga Rohingya yang sudah mengungsi ke Malaysia dan Thailand.
Insiden hari Rabu adalah contoh terbaru dari berbagai rintangan yang dihadapi organisasi kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine, kata Pierre Peron, juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).
“Tentu saja kita menghormati bahwa setiap kelompok harus dapat menggunakan hak kebebasan berbicara dan berkumpul dengan damai, namun fakta di sini adalah bahwa bantuan diblokir. Padahal bantuan itu untuk menyelamatkan nyawa orang yang rentan yang sangat membutuhkannya, termasuk anak-anak dan orang-orang tua,” kata Pierre dikutip DW.DE.
Baca: Ekstremis Buddha Demo Tolak Bantuan untuk Umat Islam Rohingya
Sekitar 3.000 warga Muslim berada di sebuah kamp pengungsi untuk orang-orang terlantar di Meybon sejak kekerasan komunal menyapu Rakhine tahun 2012.
Khin Thein, mengatakan bahwa kelompoknya bergabung dalam demonstrasi memblokir bantuan itu setelah pihak berwenang memberi tahu masyarakat bahwa LSM tersebut akan memberikan pendidikan tentang kekerasan berbasis gender, kebersihan dan sanitasi kepada umat Islam.
“Mereka punya makanan, mereka punya tempat untuk tinggal,” katanya kepada Reuters.
“Kami tidak dapat menerima hal-hal berlebihan ini untuk mereka. Kami tidak akan membiarkan mereka melewati kota kami. Kami mencurigai mereka. Kami tidak mempercayai orang asing, orang internasional,” ujarnya.*