Hidayatullah.com—Hans-Georg Maassen, kepala intelijen dalam negeri Jerman BfV, hari Ahad (3/12/2017) memperingatkan bahwa banyak istri dan anak-anak dari anggota ISIS alias Daesh “diidentifikasikan terlibat dalam” dengan jihadisme dan akan menimbulkan bahaya besar jika mereka kembali ke Jerman.
Dalam wawancara dengan kantor berita Deutsche Presse Agentur (DPA), pimpinan BfV itu mengatakan bahwa meskipun belum ada gelombang besar arus balik dari orang-orang Jerman yang berkaitan dengan IS (Islamic State) kembali ke negara itu, sangat perlu diterapkan prosedur keamanan atas mereka.
“Ada anak-anak yang telah dicuci otaknya dan sangat teradikalisasi di sekolah-sekolah yang dikuasai IS,” kata Maassen seperti dikutip Deutsche Welle. “Ini menjadi masalah bagi kita, karena banyak dari anak-anak ini dan remajanya sewaktu-waktu dapat menjadi bahaya,” imbuhnya.
Bicara soal repatriasi wanita dari daerah-daerah yang dikuasai IS beserta anak-anak mereka, kepala BfV itu memperingatkan banyak di antara mereka yang “sudah sangat teradikalisasi dan sangat terpengaruh dengan ideologi IS, yang oleh karenanya mereka harus dinyatakan sebagai jihadis.”
Ini bukan berarti para wanita yang direpatriasi itu siap untuk melakukan serangan teror di tanah Jerman, kata Maassen menegaskan. Namun demikian, “kita harus terus memantau mereka,” imbuhnya.
Komentar Maassen itu dikeluarkan menyusul laporang media pekan lalu yang mengabarkan bahwa pemerintah Jerman sedang mengkaji rencana repatriasi para istri dan anak-anak petarung ISIS yang berkewarganegaraan Jerman.
Pemerintah Jerman memperkirakan sekitar 700 orang Muslim yang tinggal di Jerman saat ini dianggap berisiko tinggi, artinya mereka siap melakukan serangan teroris. Maassen mengindikasikan di antara mereka ada beberapa perempuan, meskipun dia tidak bisa menyebutkan berapa jumlahnya.
Maassen juga memperingatkan propaganda ISIS di negara-negara Eropa yang mengatakan kepada calon-calon militan agar melakukan serangan di negeri sendiri.
“Mereka berkata: ‘Kalian tidak perlu pergi ke Suriah dan Iraq untuk bertempur. Kalian dalam melakukan jihad di rumah sendiri’,” kata Maassen kepada DPA. “Dengan demikian, banyak dari mereka yang sudah mempersiapkan kopernya untuk berangkat ke daerah-daerah jihad itu, justru memutuskan untuk tetap tinggal di negaranya.”*