Hidayatullah.com–Sebanyak 17 ajaran sesat dan menyimpang telah diidentifikasi pemerintah Malaysia selama tahun 2017, kata Wakil Perdana Menteri Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamidi.
Ahmad Zahid yang juga Menteri Dalam Negeri, mengatakan di Selangor, laporan Departemen Agama Islam Selangor (JAIS) menunjukkan bahwa 19 dari 39 kelompok yang tercatat masih aktif.
Namun, dia mengatakan, hasil usaha yang berkomitmen dan konsisten dari JAIS dan lembaga terkait, 246 penangkapan praktik sesat telah dilakukan tahun lalu, meningkat dari 31 penangkapan pada tahun 2016.
“Ini adalah gambaran keseriusan pemerintah dengan kerjasama instansi terkait untuk memastikan upaya mengangkat lembaga Sunnah Wal Jamaah dalam praktik Islam di Malaysia.
“Kami serius menanggapi ancaman ajaran sesat,” katanya dalam pidatonya di Dakwah Multaqa dan Pikiran Islam, Dewan Konsultasi Islam (MPI) hari Selasa dikutip Kantor Berita Bernama.
Baca: Pemimpin Aliran Sesat Malaysia Diduga Lari ke Indonesia
Juga hadir di multaqa adalah Menteri di Departemen Perdana Menteri (JPM), Datuk Seri Dr Shahidan Kassim; Menteri Pendidikan, Datuk Seri Mahdzir Khalid; Wakil Menteri di JPM, Datuk Dr Asyraf Wajdi Dusuki dan Direktur Jenderal Pengembangan Islam Malaysia (JAKIM), Tan Sri Othman Mustapha.
Di bidang multaqa, Datuk Seri Ahmad Zahid, yang juga Ketua MPI, juga mengumumkan pengangkatan mantan Menteri Besar Selangor Tan Sri Abdul Khalid Ibrahim sebagai Ketua Baru MPI Economic Cluster, menggantikan Tan Sri Muhammad Ali Hashim yang meninggal pada bulan Oktober tahun lalu.
Sementara itu, Ahmad Zahid mengemukakan bahwa peran ulama dan umara (pemimpin) terus diperkuat terutama dalam menghadapi ancaman terhadap pemikiran umat Islam hadir dalam berbagai bentuk.
Dia mengatakan bahwa serangan tersebut berupa ajaran Islam yang meragukan thabit (berdasarkan hadits otentik) melalui relativisme, reinterpretasi teks-teks agama dan mempromosikan ijtihad baru (penelitian).
“Serangan terhadap pemikiran Muslim juga terjadi melalui tindakan beberapa pihak untuk mengangkat sisi praktis sosiologi melalui pluralisme, hubungan lintas budaya dan aktivitas religius yang merayakan hak-hak kelompok yang diduga didiskriminasi seperti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT),” katanya.*