Hidayatullah.com—Sebuah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan migrasi memperingatkan ancaman krisis di sepanjang perbatasan Niger setelah Aljazair mulai “membuang” para migran di kawasan Gurun Sahara.
Dilansir BBC Jumat (18/5/2018), International Organisation for Migration (IOM) mengatakan bahwa pihaknya menangani hampir 10.000 migran yang ditelantarkan di gurun itu sejak bulan September 2017.
Sebagian dari mereka ditinggalkan begitu saja oleh para penyelundup manusia, sedangkan lainnya dideportasi oleh pihak berwenang Aljazair, yang meninggalkan mereka di gurun dan menyuruhnya berjalan kaki ke kota perbatasan terdekat.
Di tengah sengatan matahari, sejumlah orang tewas.
Seorang migran asal Mali, menceritakan apa yang dialaminya sendiri.
“Mereka mengambil semua milik kami, uang, ponsel, semuanya. Mereka memperlakukan kami dengan buruk. Mereka meninggalkan kami di Gurun Sahara.”
“Kemudian, kami dipaksa berjalan kaki puluhan kilometer menuju Assamaka, kota perbatasan. Rasanya seperti berjalan melewati neraka. Wanita-wanita hamil dan anak-anak kecil berjalan terengah-engah, sementara sinar matahari Sahara seperti memukuli kami. Kami tidak punya apapun untuk dimakan, dan kami mendengar sedikitnya dua orang meninggal di gundukan pasir.”
Guiseppe Loprete, kepala misi IOM di Niger, berusaha menggalang kepedulian atas apa yang dialami para migran itu.
Dalam progaram acara Newsday BBC, Loprete mengatakan bahwa Aljazair membela tindakannya sebagai hal yang perlu dilakukan guna mencegah gangguan keamanan dan terorisme. Aljazair tidak ingin orang-orang melintasi perbatasannya tanpa diketahui siapa mereka.
Akan tetapi, IOM menemukan bahwa sejumlah orang pemegang dokumen pengungsi dari Aljazair temasuk yang dipaksa melakoni perjalanan mematikan itu.*