Hidayatullah.com—Arkady Babchenko, jurnalis Rusia yang beberapa hari terakhir menjadi buah bibir karena “bangkit dari kematian” mengatakan bahwa dirinya dilumuri darah babi ketika memalsukan kematiannya.
Reporter itu membeberkan perihal “drama pembunuhan dirinya” kepada awak media sehari setelah pihak berwenang Ukraina mengumumkan bahwa mereka telah melakukan operasi guna menggagalkan rencana asasinasi oleh agen-agen intelijen Rusia.
Babchenko menceritakan bahwa di malam kejadian, seorang ahli tata rias wajah datang ke apartemennya untuk membuat dirinya seperti korban penembakan. Dia mengenakan kaos berlubang seperti kena peluru dan tubuhnya dilumuri darah babi. Ketika tim medis datang Babchenko pura-pura mati. Petugas medis itu –yang sudah mengetahui perihal rencananya– kemudian membawa “jasadnya” ke kamar mayat di mana dia kemudian dinyatakan meninggal dunia. Ketika berada di kamar mayat, Babchenko kemudian dipindahkan ke tempat lain.
“Saya lalu menyaksikan berita dan melihat betapa hebatnya saya,” kata Babchenko, menyinggung tribut yang diberikan kepadanya di media setelah kabar kematiannya tersebar ke seluruh dunia.
Ketika berbicara kepada para awak media hari Kamis (31/5/2018), Babchenko menjawab para pengkritik yang mengkritisi aksinya. Dia mengatakan bahwa dirinya menerima tawaran bekerja sama memalsukan kematiannya karena dia tidak ingin menjadi korban pembunuhan.
“Untuk orang-orang yang mengatakan bahwa hal ini meremehkan kepercayaan terhadap jurnalis: Apa yang akan kalian lakukan jika berada di posisi saya dan diberi tahu bahwa ada orang yang akan membunuhmu?” kata Babchenko kepada Reuters.
Jurnalis berkepala plontos itu mengatakan bahwa ketika pertama kali diberitahu tentang informasi intelijen yang menyebutkan ada rencana pembunuhan atas dirinya, dia ingin melarikan diri. Namun, dia kemudian teringat perihal Sergei Skripal, bekas agen ganda Rusia yang melarikan diri tetapi tetap berhasil diracun orang –meskipun tidak sampai mati.
Sebagaimana diketahui, Sergei Skripal diracun dengan gas saraf Novichok di Salisbury, Inggris, bersama putrinya Julia. Pihak berwenang Inggris menuding Rusia dibalik serangan terhadap bekas mata-mata yang pernah bekerja untuk kepentingan pemerintah London itu.
Babchenko mengatakan bahwa dia bersedia menerima tawaran kerja sama memalsukan kematiannya karena memikirkan keselamatan keluarganya dan dia sendiri masih ingin hidup.
Reporter itu menjelaskan bahwa sumber-sumbernya di Rusia memperingatkan soal ancaman pembunuhan pertama kali pada tahun 2017.
Sekarang dia hidup di sebuah tempat yang dijaga aparat keamanan dan akan mencoba hidup santai selama beberapa hari ke depan.
“Saya berencana untuk tidur nyenyak, mungkin juga mabuk-mabukan, dan bangun dua tiga hari kemudian,” ujarnya.*