Hidayatullah.com—Penembak jitu (sniper) penjajah ‘Israel’ membunuh tiga pengunjuk rasa damai di Gaza Palestina, dua anak-anak dan melukai 286 lainnya, termasuk dua wanita paramedis, kata kementerian kesehatan Palestina, kutip laman dayofpalestine.
Selama protes mingguan di sepanjang sisi timur Jalur Gaza, para penembak jitu penjajah Israel menargetkan para pengunjuk rasa dengan amunisi hidup dan gas air mata yang aneh.
Kementerian kesehatan mengidentifikasi para martir adalah Shady abdel-Al (12), dari kota utara Gaza, Jabalia, Mohammad Shaqqoura, (16), dari Kamp Pengungsi Al-Burij di daerah Gaza tengah dan Hani Afana (31), dari Gaza selatan, Rafah.
Menurut kementerian kesehatan, 18 anak termasuk diantara para demonstran yang ditembak penembak jitu ‘Israel’ dan dua paramedis perempuan.
Selain itu, pihak kementerian mengatakan, ada enam pengunjuk rasa yang menderita luka serius, termasuk satu dalam kondisi yang sangat kritis.
Militer ‘Israel’ mengklaim bahwa mereka dipaksa menggunakan senjata tajam untuk mencegah aksi di perbatasan oleh sekitar 12.000 orang demonstran yang dijuluki penjajah, ‘perusuh Palestina’ di beberapa daerah dekat pagar perbatasan, meski mereka tidak menimbulkan bahaya.
Rakyat Palestina kembali turun ke jalan untuk menuntut dihentikannya blokade di Jalur Gaza oleh penjajah Zionis ‘Israel’, hari Jumat (14/09/2018) sore.
Baca: Aksi ‘Kembali ke Palestina Terjajah’ terus Berlanjut Sampai Blokade Dicabuut
Dalam aksi yang berlangsung bakda shalat Ashar waktu setempat, rakyat Palestina yang turun ke jalan-jalan di Kota Gaza menyerukan slogan “Perlawanan Adalah Pilihan Kami (Al-Muqawamah Khiyaruna).”
Aksi ini juga diikuti dengan Gerakan Kembali ke Palestina yang terjajah atau Great Return March yang sudah dimulai sejak bulan Maret lalu.
Tindakan keras penjajah Israel terhadap pengunjuk rasa menerima kritik internasional, meskipun Washington mendukung penuh rezim tindakan Zionis ini.
Amerika Serikat (AS) bahkan menuding Hamas sengaja mengorganisir protes untuk mengalihkan perhatian dunia dari masalah kemiskinan di Gaza dan masalah administratif bagi warga Palestina. Hamas, bagaimanapun, membantah tuduhan tersebut.*