Hidayatullah.com–Sudan memulai investigasi atas kejahatan di daerah Darfur semasa pemerintahan mantan presiden Omar al-Bashir, kata pihak kejaksaan.
Konflik antara pasukan pro-pemerintah dan pemberontak etnis minoritas mengakibatkan 300.000 orang tewas dan 2,5 juta orang kehilangan tempat tinggal, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Kami meluncurkan penyelidikan terhadap kejahatan-kejahatan di Darfur dari tahun 2003,” kata jaksa Tagelsir al-Heber setibanya di Khartoum hari Ahad (22/12/2019) dari perjalanan ke Uni Emirat Arab, seperti dikutip AFP.
Dia menambahkan kasus-kasus itu menyangkut sejumlah mantan pejabat yang berkaitan dengan Bashir, yang diburu Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) atas perannya dalam konflik di Darfur.
Surat perintah penangkapan Bashir dikeluarkan ICC pada tahun 2009 dan 2010 dengan tuduhan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, hingga kini Bashir belum di ekstradisi ke Den Haag, kota di mana ICC berada.
Selain itu kata Heber, penyelidikan awal juga sudah mulai dilakukan terhadap Salah Gosh, mantan kepala intelijen Sudan semasa pemerintahan Bashir. Gosh mengundurkan diri sebagai kepada Dinas Intelijen dan Keamanan Nasional Sudan dua hari sebelum Bashir digulingkan, dan dia sekarang berada di luar Sudan.
“Ada empat kasus terkait Salah Gosh dan kami memulai prosedur untuk membawanya kembali (ke Sudan) oleh Interpol,” kata Heber.*