Hidayatullah.com — Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan negara-negara Arab yang membangun hubungan dengan ‘Israel’ merusak perjuangan negara Palestina, lapor Al Jazeera pada Selasa (17/11/2020). Dalam beberapa bulan terakhir, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Sudan menyetujui hubungan formal dalam kesepakatan yang ditengahi oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Rakyat Palestina telah mengecam perjanjian ini sebagai “tikaman dari belakang” dan pengkhianatan atas tujuan mereka. Mereka khawatir langkah Bahrain dan UEA akan melemahkan posisi pan-Arab yang telah lama ada.
UEA, Bahrain dan Sudan mematahkan posisi ini, yang menuntut penarikan ‘Israel’ dari wilayah yang sudah diduduki secara ilegal dan penerimaan kenegaraan Palestina sebagai imbalan untuk hubungan normal dengan negara-negara Arab. “Saya pikir lebih baik memiliki front [Arab] yang bersatu untuk menempatkan kepentingan Palestina [pertama] untuk mengakhiri pendudukan [Israel],” kata Sheikh Mohammed kepada Forum Keamanan Global online pada hari Senin.
Dia mengatakan perpecahan itu bukan demi kepentingan bersama Arab untuk membuat ‘Israel’ bernegosiasi dengan Palestina dan menyelesaikan konflik yang sudah berumur puluhan tahun. Namun, bagi negara-negara yang menjalin hubungan, “pada akhirnya terserah mereka untuk memutuskan apa yang terbaik untuk negara mereka”, katanya.
Dalam pernyataannya, UEA beralasan negaranya tetap berkomitmen pada kenegaraan Palestina, dan bahwa kesepakatan dengan ‘Israel’ telah menghentikan pencaplokan lebih lanjut atas tanah yang diinginkan Palestina untuk sebuah negara. Hingga tahun ini, ‘Israel’ hanya memiliki hubungan formal saat ini dengan hanya dua negara Arab – tetangganya Mesir dan Yordania – yang dibangun berdasarkan kesepakatan damai yang dicapai beberapa dekade lalu.
Para pejabat AS dan ‘Israel’ mengatakan lebih banyak negara Arab dapat segera menyusul setelah kesepakatan baru-baru ini. Sheikh Mohammed mengatakan Doha memelihara beberapa hubungan dengan ‘Israel’, meskipun hanya pada hal-hal yang menyangkut Palestina, seperti kebutuhan kemanusiaan atau proyek pembangunan.
Qatar mendukung solusi dua negara dengan Yerusalem Timur yang diduduki sebagai ibu kota negara Palestina, pernyataan yang ditegaskan menteri luar negeri.
Krisis Teluk
Merujuk pada perselisihan yang terjadi pada 2017 ketika UEA, Arab Saudi, Bahrain dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan transportasi dengan Qatar dan memberlakukan blokade darat, udara dan laut terhadap negara tersebut, Sheikh Mohammed mengatakan tidak ada pemenang dalam krisis tersebut. “Kami berharap ini akan berakhir kapan saja dan apa yang kami butuhkan saat ini adalah memiliki keterlibatan serius dalam hubungan baik dengan negara lain – dan inilah yang siap dilakukan Qatar,” katanya kepada Forum. “Tidak ada pemenang dari krisis ini dan kita semua kalah,” tambahnya.
Keempat negara tersebut menuduh Qatar mendukung “terorisme”, sebuah tuduhan yang dengan keras dan berulang kali dibantah oleh Doha. Dalam pidato terkait di Forum, penasihat keamanan nasional Trump mengatakan langkah pertama untuk menyelesaikan krisis adalah mengizinkan pesawat terbang di atas wilayah udara Saudi dan Bahrain.
“Kami ingin perpecahan itu diselesaikan,” kata Robert O’Brien, menambahkan bahwa dia ingin melihat izin penerbangan diberikan dalam 70 hari ke depan, sebelum transisi kantor di AS dan mencatat, “Saya pikir ada kemungkinan untuk itu.”*