Hidayatullah.com—Dua wilayah Sudan diberikan status khusus menyusul perundingan antara otoritas Sudan dan kelompok pemberontak Sudan People’s Liberation Movement-North (SPLM-N).
Itu artinya wilayah Kordofan Selatan dan Nil Biru yang dikuasai pemberontak diperbolehkan membuat peraturan perundangannya sendiri, lapor kantor berita AFP mengutip keterangan Wakil Ketua SPLM-N Yasir Said Arman. Sengketa lahan berkepanjangan merupakan masalah lain yang sejak lama ingin mereka tuntaskan, kata kelompok pemberontak itu.
Kesepakatan awal ini ditandatangani di negara tetangga Sudan Selatan, dan diharapkan menjadi pembuka jalan bagi rekonsiliasi.
AFP juga mengutip keterangan Arman yang mengatakan bahwa kesepakatan yang diteken hari Jumat (24/1/2020) itu merupakan upaya untuk menyatukan kembali milisi dan pasukan pemerintah yang terlibat dalam berbagai konflik sebagai satu kesatuan.
Sudan People’s Liberation Movement-North (SPLM-N), atau Sudan People’s Liberation Army-North (SPLA-N) atau Harakat Al-Sha’abi Li-Tahrir Al-Sudan-Al-Shamal merupakan milisi sisa masa perang antara wilayah utara Sudan dan wilayah selatan Sudan (yang kini menjadi negara merdeka Sudan Selatan yang beribu kota di Juba). Penduduk Sudan keturunan non-Arab dari daerah Kordofan Selatan dan Nil Biru membentuk SPLA-N dan bergabung dengan orang-orang Sudan Selatan memerangi pemerintah dan pasukan Khartoum.
Menyusul digulingkannya Omar al-Bashir dari kursi kepresidenan tahun lalu, kelompok pemberontak bersenjata itu mengeluh karena agenda mereka untuk memperbaiki nasib orang-orang yang termarjinalkan di Sudan terhenti, akibat adanya kesepakatan pembagian kekuasaan antara para jenderal militer dan kelompok-kelompok sipil yang memimpin aksi protes menggulingkan Bashir. *