Hidayatullah.com—Presiden Mali mengumumkan pengunduran dirinya dan pembubaran parlemen pada Rabu (19/8/2020) pagi, setelah dia ditangkap oleh tentara pemberontak. Presiden Ibrahim Boubacar Keita dan anggota kabinetnya ditangkap oleh tentara pemberontak pada Selasa
“Saya tidak ingin ada darah yang tumpah untuk membuat saya tetap berkuasa,” kata Ibrahim Boubacar Keita dalam pidato singkat yang disiarkan televisi pemerintah.
Keita juga menyatakan penyesalan atas hilangnya nyawa saat demonstrasi yang diadakan pada 10-12 Juli. Pada Selasa, Keita dan Perdana Menteri Boubou Cisse dibawa ke kamp militer Kati yang terletak 15 kilometer di barat laut Ibu Kota Bamako sekitar pukul 16.30 waktu setempat, lansir Le Journal du Mali dikutip Anadolu Agency.
Sebelumnya pada hari yang sama, suara tembakan terdengar di kamp, sementara truk militer juga terlihat di jalan menuju ibu kota. Menurut laporan, militer memblokir jalan dari Kota Kati ke Bamako, sementara bisnis serta perkantoran juga ditutup.
Bulan lalu, ketua Komisi Uni Afrika mendesak ketenangan, dialog dan negosiasi yang berkelanjutan untuk penerapan solusi konsensual guna menjaga perdamaian, stabilitas dan kohesi sosial di Mali. Ketegangan di Mali pecah pada 2012 setelah kudeta yang gagal dan pemberontakan oleh separatis Tuareg yang pada akhirnya memungkinkan kelompok militan yang terkait dengan al-Qaeda untuk mengambil alih bagian utara negara itu.*