Hidayatullah.com—Sebuah pesta pernikahan yang digelar di daerah pedesaan di Maine, Amerika Serikat, menjadi titik panas penyebaran Covid-19 setelah diketahui bahwa dari pesta itu kemudian 117 orang tertular coronavirus dan 7 di antaranya meninggal dunia.
Pesta pernikahan itu digelar pada awal Agustus dengan dihadiri 65 orang, yang berarti melanggar batas maksimal 50 orang untuk kerumunan di masa pandemi.
Prosesi pernikahan yang digelar di sebuah gereja kemudian dilanjutkan dengan pesta di Big Moose Inn, keduanya terletak di kota kecil Millinocket yang terkenal akan keindahan alamnya.
Sepuluh hari kemudian, dua puluhan orang yang berkaitan dengan acara pernikahan itu dites positif Covid-19, dan petugas dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Maine mulai melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
Direktur CDC setempat Nirav Shah hari Kamis (17/9/2020) memberikan laporan perkembangan kasus itu dan menyatakan bahwa 7 orang yang meninggal karena Covid-19 klaster pernikahan tersebut tidak satupun yang ikut menghadiri acara itu.
Petugas yang melakukan pelacakan kontak mengaitkan pesta perkawinan itu dengan kasus-kasus yang terjadi di daerah lain, termasuk 80 kasus di sebuah penjara yang terletak 230 mil jauhnya. Rupanya, salah satu sipir penjara di sana ikut menghadiri pesta pernikahan itu.
Sebanyak 10 kasus suspek Covid-19 ditemukan di sebuah gereja Baptis di daerah yang sama, sementara 39 kasus infeksi dan 6 kematian ditemukan di sebuah panti jompo yang berjarak 100 mil dari Millinocket.
Sebagian penduduk Millinocket, yang berpenduduk 4.000 jiwa, mengutarakan kemarahan mereka terhadap pihak penyelenggara pesta pernikahan itu, termasuk bar yang menjamu tamu –yang izinnya sekarang sudah dicabut.
“Mereka seharusnya tidak menggelar pesta pernikahan itu. Menurut saya [jumlah undangan] seharusnya dibatasi sebagaimana mestinya,” kata Nina Obrikis, seorang jemaat gereja Baptis di mana seremoni pernikahan digelar.
“Kami jadi tidak bisa pergi ke mana-mana atau melakukan apa-apa,” imbuh wanita itu kesal seperti dikutip AFP Jumat (18/9/2020).
Cody McEwan, kepala dewan kota kecil itu mengatakan bahwa begitu kabar wabah merebak, “kami langsung menutup kota ini lagi sepenuhnya.”*