Hidayatullah.com—Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berjanji akan menyelidiki tuduhan bahwa pekerja-pekerja bantuan yang menangani wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo melakukan kejahatan seksual dan melakukan eksploitasi terhadap para wanita.
Staf WHO dan organisasi bantuan lain dituduh oleh lebih dari 50 wanita dalam sebuah investigasi bersama yang dilakukan dua kantor berita.
Kantor berita The New Humanitarian dan Thomson Reuters Foundation sudah melakukan investigasi terkait kasus itu selama hampir satu tahun.
Wanita-wanita setempat diduga dicekoki minuman, “disergap” di rumah sakit, dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dan dua wanita mengaku hamil akibat pemerkosaan yang dialaminya. Tuduhan-tuduhan itu mencakup periode antara 2018 dan Maret 2020.
Dalam sebuah pernyataan, WHO mengatakan akan menyelidiki masalah itu dengan seksama.
“Siapa saja yang diidentifikasi terlibat akan dimintai pertanggungjawaban dan menghadapi konsekuensi serius, termasuk pemecatan langsung,” kata WHO seperti dilansir BBC Selasa (29/9/2020).
Janji WHO itu mendapat sambutan dari pemerintah Inggris. Seorang jubir Foreign Commonwealth and Development Office mengatakan akan mencermati temuan WHO dengan seksama.
“Eksploitasi dan pelanggaran seksual merupakan perbuatan yang sangat menjijikan. Kami secara berkala menilai semua mitra kami dengan standar keamanan tertinggi,” kata jubir tersebut.
Kebanyakan tuduhan pelanggaran dan eksploitasi seksual ditujukan kepada pria, termasuk para dokter yang dipekerjakan oleh WHO. Sedikitnya 30 orang wanita membuat tuduhan terhadap mereka, kata kedua kantor berita itu.
Jumlah tuduhan terbanyak kedua –diajukan oleh 8 wanita— ditujukan terhadap sejumlah pria yang dipekerjakan oleh Kementerian Kesehatan RD Kongo.
Dua lembaga di bawah PBB lain, dan 4 organisasi amal internasional juga disebut dalam laporan itu.
Sebagian pria yang dituduh melakukan kejahatan seksual itu berasal dari Belgia, Burkina Faso, Kanada, Prancis, Guinea-Conakry dan Pantai Gading.
Cerita para korban
Seorang perempuan petugas kebersihan berusia 25 tahun menceritakan kejadian yang dialaminya.
Dia diundang ke rumah seorang dokter yang dipekerjakan WHO untuk membicarakan promosi pekerjaannya.
“Dia mnutup pintu dan berkata kepada saya, ‘Ada syaratnya. Kita harus berhubungan badan sekarang’,” cerita wanita itu.
“Dia lantas mulai melucuti pakaian saya. Saya berusaha mengelak tetapi dia terus mendekati saya dan membuka pakaian saya. Saya lalu menangis dan memintanya berhenti… tetapi dia tidak berhenti. Saya kemudian membuka pintu dan melarikan diri.”
Dalam sebuah kasus lain, seorang wanita berusia 32 tahun penyintas Ebola mengatakan kepada kedua kantor berita itu bahwa dirinya dipanggil ke sebuah hotel untuk melakukan konseling.
Di lobi dia ditawari minuman ringan. Dia baru bangun tersadarkan diri beberapa jam kemudian, telanjang, sendirian di dalam kamar hotel, dan yakin telah diperkosa.
Banyak dari wanita itu mengaku dipaksa melakukan hubungan seks untuk mendapatkan pekerjaan.
Mereka mengaku ada yang didekati di luar sepermarket-supermarket di bagian timur kota Beni, di pusat rekrutmen kerja, dan bahkan di rumah sakit di mana nama-nama pelamar kerja yang diterima diumumkan.
Seorang wanita bahkan mengatakan bahwa praktik pria meminta layanan seks sebagai imbalan untuk peluang pekerjaan kepada wanita sangat umum terjadi, bahkan seolah sudah menjadi satu-satunya cara untuk memperoleh pekerjaan.
Kebanyakan para pria itu menolak menggunakan kondom, dan sedikitnya dua wanita mengatakan hamil akibat hubungan seks yang terjadi, lapor kedua kantor berita itu.*