Hidayatullah.com—Electoral College mengkonfirmasi hari Senin (14/12/2020) Joe Biden akan menjadi presiden Amerika Serikat selanjutnya, meratifikasi kemenangannya dalam pemilihan presiden yang digelar pada bulan November mengalahkan kandidat petahana Donald Trump, yang hingga sekarang masih menolak mengakui kekalahannya.
Elektor kepresidenan memberikan dukungan solid kepada Biden dengan 306 suara elektoral, mengalahkan Trump yang mendulang 232 suara elektoral, margin kemenangan sama yang empat tahun silam dibanggakan Trump ketika menang melawan Hillary Clinton, lapor Associated Press.
Meskipun Electoral College sudah mengkonfirmasi kemenangan Joe Biden, sebagian kalangan Partai Republik masih menolak kenyataan itu. Meskipun demikian, suara penolakan mereka tidak akan memberikan pengaruh apapun terhadap hasil pemilu dan kandidat dari Partai Demokrat itu akan dilantik pada 20 Januari tahun depan itu.
Mantan presiden Bill Clinton dan istrinya mantan menteri luar negeri Hillary Clinton, yang dikalahkan Trump lewat suara Electoral College pada tahun 2016, merupakan bagian dari 29 elektor kepresidenan untuk wilayah negara bagian New York yang memberikan dukungan kepada pasangan Joe Biden-Kemala Harris.
Dalam pilpres November 2020, Biden memenangkan suara rakyat 7 juta lebih banyak dibanding Donald Trump.
Electoral College merupakan produk hasil kompromi semasa negara Amerika Serikat di awal esksitensinya sedang menggodok konstitusi negara. Selain mendapatkan dukungan suara rakyat, presiden yang akan pemimpin Amerika Serikat harus memperoleh dukungan suara dari elektor kepresidenan yang diwadahi dalam Electoral College. Masing-masing negara bagian berhak memiliki elektor sejumlah kursi perwakilannya di Kongres, ditambah dua senator, ditambah sejumlah perwakilan negara bagian itu yang duduk di House of Representative (majelis rendah parlemen AS). Namun, dalam perkembangannya terjadi beberapa kali perubahan dalam aturan jumlah elektor kepresidenan itu.
Saat ini ada 538 anggota Electoral College, dan seorang kandidat harus mendulang suara minimal 270 dari mereka untuk dinyatakan menang.
Aturan unik sekaligus rumit itu yang memungkinkan seorang kandidat presiden AS tidak dianggap memenangkan pemilu meskipun dia unggul dalam perolehan suara rakyat. Hillary Clinton contohnya, dalam pilpres November 2016 unggul sekitar 2,87 juta suara rakyat dari Donald Trump, tetapi kalah telak dalam perolehan suara Electoral College.*