Hidayatullah.com—Untuk memenangkan Ibrahim Award 2020 untuk kepemimpinan di kawasan Afrika, berikut hadiah uang $5 juta yang menyertainya, Presiden Niger Mahamadou Issoufou harus mengakhiri masa jabatannya.
Keputusannya untuk turun dari kursi kekuasaan setelah menjabat presiden selama dua periode, berarti Niger mengalami suksesi pemerintah secara demokratis untuk pertama kalinya sejak menjadi negara merdeka dari jajahan Prancis lebih dari 60 tahun silam.
Namun, itu bukan satu-satunya alasan mengapa dia dianugerahi penghargaan tersebut. Panitia anugerah tersebut memuji kepemimpinan Issoufou setelah mewarisi salah satu negara termiskin di dunia.
Komite itu menilai dia berhasil menumbuhkan perekonomian negaranya, menunjukkan komitmen terhadap konstitusi negaranya dan terhadap stabilitas regional, serta pendorong demokrasi di Afrika, lansir BBC Selasa (9/3/2021).
“Saya menghormati konstitusi. Saya menghormati janji yang saya buat kepada rakyat Niger yang telah memberikan kepercayaan untuk memimpin mereka selama dua periode. Keputusan ini sejalan dengan pendirian dan visi saya tentang seperti apa demokrasi Niger di masa depan,” kata Issoufou kepada BBC sebelum penyelenggaraan pemilu bulan lalu.
Jika politisi berusia 68 tahun itu ingin tetap berkuasa, dia bisa meniru cara para presiden lain di kawasan Afrika Barat yang mengubah konstitusi negaranya agar dapat memperpanjang masa jabatannya.
Niger merupakan negara termiskin di dunia, menurut peringkat pembangunan yang disusun PBB untuk 189 negara. Niger menghadapi masalah berkepanjangan antara lain berupa kekeringan, pemberontakan dan kemiskinan yang meluas.
Saat ini negara itu sedang terlibat dua konflik bersenjata, yang merupakan masalah limpahan dari pemberontakan milisi Muslim di negara tetangga Burkina Faso, Mali Dan Nigeria, yang memaksa ratusan ribu orang pergi meninggalkan rumahnya.
Kelompok-kelompok berkaitan dengan al-Qaeda, seperti ISIS dan Boko Haram asal Nigeria, semuanya ada di Niger meskipun secara umum jumlah serangan yang dialaminya lebih sedikit dibandingkan negara tetangga.
“Kalau saya ada penyesalan, maka itu adalah kami masih menjadi korban serangan teroris. Namun, ingin saya tekankan di sini bahwa terorisme tidak ada di Niger. Teroris-teroris yang menyerang kami berasal dari negara-negara tetangga. Dan apabila kita melihat apa yang telah dilakukan dalam masalah ini, itu luar biasa,” kata Issoufou.
Selama menjabat, Issoufou mengubah wajah Niger, ibukota Niamey memiliki banyak jalan raya baru, hotel dan gedung pertemuan.
Namun, para pengkritik mengatakan bagian lain Niger tidak menikmati pembangunan seperti yang dialami Niamey.
Sejak dahulu kala, Niger merupakan gerbang antara kawasan utara dan Sub-Sahara Afrika. Saat ini Niger menjadi rute transit bagi migran menuju Eropa. Negara itu sudah memiliki kesepakatan dengan Uni Eropa untuk menghentikan arus migran tersebut.
Tugas melanjutkan apa saja pencapaian yang telah dibuat Issoufou dalam bidang infrastruktur dan keamanan sekarang jatuh kepada presiden yang baru memenangkan pemilihan bulan Februari, Mohamed Bazoum.
Bazoum harus menghadapi sikap pembangkangan dari dua front dan satu oposisi yang merasa kemenangannya pilpres bulan kemarin tidak sah.
Bazoum juga menghadapi tantangan ekonomi sebab ekspor andalan negaranya, yaitu uranium, sangat rentan terhadap fluktuasi harga.
Penghargaan tersebut tidak diberikan selama beberapa tahun karena komite menilai tidak ada calon pemenang yang layak.
Para pemenang Ibrahim Award sebelumnya yaitu Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia (2017), Hifikepunye Pohamba dari Namibia (2014), Pedro Pires dari Cabo Verde (2011), Festus Mogae dari Botswana (2008), Joaquim Chissano dari Mozambique (2007).*