Hidayatullah.com—Ribuan orang Zimbabwe kesulitan mengakses pendidikan, layanan kesehatan dan perumahan karena mereka dikategorikan tidak memiliki negara, kata Amnesty International.
Dilansir BBC Sabtu (17/4/2021), dalam laporan berjudul We Are Like “Stray Animals” Amnesty memaparkan bagaimana undang-undang kewarganegaraan Zimbabwe memyebabkan generasi pekerja migran dan keluarganya dimarjinalkan di satu-satunya negara yang merupakan kampung halaman mereka.
Para penyintas pembantaian Gukurahundi di tahun 1980-an – salah satu momen paling berdarah selama pemerintahan Presiden Robert Migabe – juga tidak diakui kewarganegaraannya. Hal itu disebabkan mereka tidak dapat menunjukkan akta kematian kerabatnya, yang menjadi syarat untuk membuktikan bahwa mereka adalah berkewarganegaraan Zimbabwe.
Para orangtua tidak bisa memperoleh akta kelahiran untuk anaknya apabila tidak dapat menunjukkan aktanya sendiri.
“Tanpa dokumen identitas yang diperlukan, banyak anak tak berkewarganegaraan tidak dapat mengenyam pendidikan. Mereka yang masuk sekolah kerap didepak, atau dilarang mengikuti ujian akhir,” kata Amnesty.
Amnesty International memyeru pemerintah Zimbabwe agar mendaftarkan dan memulihkan status kewarganegaraan semua orang yang berhak mendapatkannya sebagaimana dijamin konstitusi, termasuk mereka yang dilahirkan atau dibesarkan di Zimbabwe oleh orangtua asing.
Sekitar 300.000 orang Zimbabwe saat ini berisiko tidak memiliki kewarganegaraan, menurut United Nations High Commissioner for Refugees.
Oleh karena tidak ada data resmi artinya jumlah pastinya tidak diketahui.*