Hidayatullah.com—Penyerang secara verbal menghina dan pemukulan wanita Muslim terjadi di sebuah restoran di Berlin, lapor media lokal, di tengah gelombang rasisme dan sentimen anti-Muslim di Jerman. Seorang wanita yang mengenakan jilbab telah diserang di ibu kota Jerman, Berlin, dengan penutup kepalanya dirobek, media lokal melaporkan.
Seorang penyerang berusia 37 tahun dikatakan telah merobek jilbab korban, 39, dan memukul kepala dan tubuh bagian atasnya, kata harian Der Tagesspiegel pada hari Sabtu. Serangan itu terjadi di sebuah restoran di distrik Weissensee, tambah harian itu.
Menurut harian itu, serangan rasis lainnya terjadi di distrik Prenzlauer Berg Berlin pada hari Jumat di mana seorang pria, 52, menghina dua wanita secara rasial. Penyerang ditangkap dan dibawa ke klinik karena perilaku abnormal sebelum dibebaskan, kata harian itu.
Meskipun Konstitusi Jerman menjamin kebebasan beragama, umat Islam, terutama wanita berjilbab, sering menghadapi praktik diskriminatif dalam pendidikan dan pasar tenaga kerja. Negara ini telah menyaksikan tumbuhnya rasisme dan sentimen anti-Muslim dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD).
Polisi Jerman mencatat 901 kejahatan kebencian dan serangan anti-Muslim tahun 2021, catatan ini meningkat dari 884 tahun sebelumnya. Ini termasuk penghinaan di media sosial, surat ancaman, gangguan praktik keagamaan, serangan fisik, dan kerusakan properti.
Jumlah orang yang terluka dalam kekerasan Islamofobia meningkat dari 34 pada 2019 menjadi 48 pada 2020, menurut angka resmi. Serangan ini sebagian besar dilakukan oleh neo-Nazi dan ekstremis sayap kanan, menurut polisi.
Jerman, negara berpenduduk lebih dari 83 juta orang, memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Di antara hampir 5,3 juta Muslim di negara itu, 3 juta berasal dari Turki.
Kejahatan anti-Muslim yang terdata oleh polisi di antaranya menghina, mengancam surat-surat, serangan fisik dan serangan terhadap masjid. Jerman telah mengalami peningkatan Islamophobia dan kebencian terhadap para migran dalam beberapa tahun terakhir yang dipicu oleh propaganda dari partai-partai sayap kanan dan populis, yang telah mengeksploitasi ketakutan atas krisis pengungsi dan terorisme.
Partai Kiri oposisi pernah mengajukan pertanyaan parlemen, memperingatkan terhadap meningkatnya kampanye kebencian dan kekerasan terhadap umat Islam di negara itu.*