Hidayatullah.com—’Israel’ menggunakan dalih haji untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Arab Saudi setelah Menteri Kerjasama Regional ‘Israel’ Esawi Freij berharap negara itu dapat menyediakan penerbangan langsung dari ‘Israel’ untuk penduduk Muslim. ‘Israel’ dinilai melakukan langkah terbaik untuk ‘memancing’ Arab Saudi setelah menerima kunjungan dari Presiden AS Joe Biden pekan lalu, kutip Reuters.
Jumat lalu, Arab Saudi diklaim telah siap membuka wilayah udaranya untuk semua maskapai penerbangan menyusul kunjungan Biden ke negara itu dari ‘Israel’. Keterbukaan tersebut mencakup perpanjangan hak penerbangan bagi pesawat ‘Israel’ yang sebelumnya harus transit ke Teluk Arab dan berbagai rute di Asia.
Freij mengatakan keputusan Arab Saudi menunjukkan upaya untuk membangun hubungan yang lebih normal dengan ‘Israel’ setelah didorong oleh AS. “Ini bisa mengubah mimpi menjadi kenyataan bagi umat Islam,” kata Freij.
“Saya yakin dalam setahun, umat Islam di ‘Israel’ akan bisa naik pesawat dari Ben Gurion, bandara dekat Tel Aviv ke Jeddah untuk menunaikan ibadah haji,” katanya.
Namun, Riyadh tidak memberikan umpan balik tentang masalah ini. Sebelumnya, Arab Saudi menerima masuknya jemaah haji dari ‘Israel’, namun mereka harus transit di negara ketiga sebelum berangkat ke Mekah.
Menurut Freij, biaya yang harus dibayar peziarah dari ‘Israel’ adalah US$ 11.500 untuk perjalanan selama seminggu. Di sisi lain, jamaah dari negara-negara Teluk Arab hanya membayar setengah dari jumlah itu, tulis Reuters.
Kemenangan Saudi?
Hingga pada 15 Juli 2022, Otoritas Umum Penerbangan Sipil Arab Saudi (GACA) menyatakan membuka wilayah udara negara kerajaan bagi semua maskapai penerbangan “yang memenuhi syarat”, termasuk maskapai ‘Israel’. “GACA mengumumkan keputusan membuka seluruh wilayah udara Kerajaan bagi semua maskapai penerbangan yang memenuhi syarat terbang di atas Saudi,” ucap GACA melalui pernyataan di Twitter pada Jumat (15/7/2022) dikutip CNNIndonesia.
Keputusan ini diumumkan di saat Presiden Amerika Serikat Joe Biden tengah melangsungkan tur ke Timur Tengah. Sejumlah pihak meyakini salah satu tujuan utama Biden melawat ‘Israel’ lalu Arab Saudi pada hari ini adalah demi mendorong kedua negara rujuk dan menormalisasi hubungan.
Seorang pejabat AS bahkan mengatakan pada Reuters bahwa Saudi memang akan segera mengizinkan penerbangan tanpa batas di wilayahnya bagi maskapai ‘Israel’. Riyadh dinilai telah mengizinkan penerbangan charter langsung dari ‘Israel’ bagi umat Muslim yang akan beribadah haji.
Dengan keputusan Saudi ini, sejumlah pihak menilai relasi antara Riyadh dan Tel Aviv pun semakin terlihat jelas. Padahal, kedua negara masih belum memiliki hubungan diplomatik resmi imbas konflik ‘Israel’-Palestina.
Sementara banyak pihak melihat ada langkah normalisasi, Menteri Luar Negeri Arab Saudi justru membantah keputusan mencabut pembatasan penerbangan semua maskapai melewati wilayah negaranya, termasuk dari ‘Israel’, tidak berkaitan dengan isu normalisasi hubungan kedua negara. “Ini tidak ada hubungannya dengan hubungan diplomatik dengan ‘Israel’,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan kepada media, Sabtu (16/7/2022).
“Ini sama sekali bukan awalan untuk langkah lebih lanjut,” lanjutnya, dikutip dari AFP.
Saudinesia, media yang banyak membela Arab Suudi juga berpendapat lain. Media ini menulis bahwa keputusan GACA yang mengumumkan pembukaan wilayah udaranya untuk semua maskapai dunia.
Menurutnya, pihak GACA menyampaikan bahwa izin tersebut bagi maskapai sipil “yang memenuhi persyaratan” dan berdasarkan Konvensi Chicago 1944, yang menyatakan bahwa tidak boleh ada diskriminasi pesawat sipil dunia.
Selain peraturan internasional tersebut, hal ini untuk melengkapi konsolidasi posisi Kerajaan Arab Saudi sebagai platform global yang menghubungkan tiga benua, sebagaimana rilis resmi dari GACA. ”Yang luput dari ulasan media dan netizen adalah latar belakang dan perkembangan geopolitik di kawasan Timur Tengah. Meskipun demikian, Arab Saudi tetap tidak melakukan normalisasi dengan ‘Israel’ seperti negara-negara muslim dan Arab lainnya, yang cenderung tanpa komentar media atau netizen,” tulisnya.
Menurut Saudinesia, setelah mengembalikan Pulau Tiran dan Sanafir, ‘Israel’ telah meluncurkan kampanye melawan Arab Saudi dengan alasan bahwa Saudi akan menutup navigasi ‘Israel’ dan menuntut kelanjutan pasukan internasional di dua pulau tersebut, yang berarti pengurangan kedaulatan Saudi. Faktanya, kata media ini, Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman berhasil dinilai berhasil mengembalikan Pulau Tiran dan Sanafir sebagai bagian dari wilayah Kerajaan Arab Saudi setelah puluhan tahun di bawah kendali Internasional.
Untuk diketahui, Pulau Tiran memiliki luas 61,5 km² dan Pulau Sanafir memiliki luas 33 km² yang dihubungkan oleh sebuah batu besar di bawah laut dengan daratan Saudi. Navigasi laut tidak dapat melewati timur pulau karena faktor medan laut dan lalu lintas terbatas di perairan barat pulau (antara Tiran dan Sharm El Sheikh Mesir).
“Selama perjanjian damai Camp David 1978 antara Mesir dan ‘Israel’ di bawah naungan Amerika, pulau-pulau tersebut dipilih sebagai markas besar Misi PBB untuk memantau navigasi maritim antara kedua negara,” tulis Saudinesia.
Untuk memindahkan pasukan PBB ke lokasi lain, perjanjian harus diubah dan akhirnya ketiga pihak setuju. Persetujuan terakhir dibuat beberapa hari lalu, dari usaha Pangeran Muhammad bin Salman, tulisnya.
Kedua pulau tersebut memiliki nilai ekonomi dan politik yang strategis. Di antaranya merupakan bagian dari proyek NEOM yang digagas Pengeran Mohammad Salman.
Restorasi kedua pulau tersebut akan memfasilitasi implementasi inisiatif untuk membangun Jembatan Raja Salman (untuk mobil dan kereta api) yang menghubungkan Mesir dengan Arab Saudi, yang melewati kedua pulau tersebut.
“Sementara media dan netizen anti Saudi memasarkan “kertas tipis perizinan terbang untuk tujuan sipil” padahal kemenangan sebenarnya adalah kembalinya kedaulatan atas Pulau Tiran dan Sanafir yang berdampak atas penguasaan wilayah tersebut di bawah kendali Arab Saudi,” bela media tersebut.*