Hidayatullah.com- Politisi di Kota Renders mengatakan bahwa gerakan mewajibkan makanan babi dibutuhkan untuk melestarikan tradisi dan itu bukan sebagai bentuk ‘penyerangan pada Muslim’.
Babi merupakan daging paling populer di Denmark tetapi bagi Muslim dan Yahudi babi merupakan makanan haram [EPA].
Sebuah kota di Denmark telah memerintahkan babi menjadi menu wajib di instalasi-instalasi pemerintah, termasuk sekolah dan pusat penitipan, politisi bersikeras bahwa gerakan itu dibutuhkan untuk menjaga makanan tradisional negara dan itu bukan merupakan serangan pada Muslim.
Frank Noergaard, seorang anggota dewan di Randers yang hampir saja menyetujui keputusan itu awal minggu ini, mengatakan pada Kamis bahwa keputusan ini dibuat untuk menjaga daging babi tetap menjadi “bagian sentral dalam kebudayaan makanan Denmark”.
Daging babi merupakan daging paling populer di Denmark tetapi bagi Muslim dan Yahudi babi merupakan makanan yang haram. Denmark, yang merupakan penghasil utama daging babi, menerima 20.000 pengungsi tahun lalu, yang kebanyakan dari mereka adalah Muslim.
Noergaard, anggota Partai Rakyat Denmark yang anti-imigrasi (DF) yang mengusulkan bahwa langkah itu bukan dimaksudkan sebagai intimidasi pada Muslim.
“Sinyal yang kami ingin kirim disini adalah jika anda seorang Muslim dan anda berencana untuk mendatangi Randers, jangan harap anda dapat memaksakan diri dengan makan yang ada di sini,” ujar Frank Noeegaard, anggota Dewan Kota Renders, dikutip Al Jazeera, Jumat (22/01/2016)
Dia menambahkan, meskipun begitu, dia telah menerima “beberapa komplain mengenai terlalu banyaknya kelonggaran” yang diberikan pada Muslim di negara itu.
Dia mengatakan daging yang halal, bahan sayuran, dan makanan diet untuk orang dengan penyakit diabetes masih bisa didapatkan.
Pada 2013, Perdana Menteri Helle Thorning-Schmidt mengecam beberapa tempat pelayanan anak setelah mereka mulai menyajikan daging potong halal sebagai ganti daging babi karena anak-anak Muslim itu menolak untuk memakan daging babi.
Keputusan di Randers, sekitar 210 km barat laut dari Kopenhagen, menyusul pengumuman pemerintah minggu lalu untuk memperketat kebijakan imigrasi negara tersebut.
Langkah-langkah itu termasuk melarang para pencari suaka yang ingin bertemu dengan anggota keluarga mereka selama bertahun-tahun dan memaksa mereka menyerahkan barang berharga untuk menutupi biaya rumah dan makanan ketika kasus mereka sedang diproses.
Amnesty Internasional (AI) hari Kamis mendesak parlemen Denmark menolak usulan perubahan pada undang-undang yang mengatur pengungsi di negara itu. AI mengatakan bahwa mereka akan “memberi dampak buruk pada orang yang lemah” dan mungkin juga melanggar hukum hak asasi internasional.
Memindahkan pengungsi
Dipimpin oleh DF, Parlemen Denmark minggu ini meloloskan keputusan yang akan memaksa pemerintah untuk membangun “desa-desa” untuk merelokasi rumah pengungsi di kota-kota besar.
Beberapa kamp tenda bagi pengungsi pria yang mempunyai keluarga telah didirikan di kota besar.
Debat tentang pengungsi sedang hangat dibicarakan di Denmark, dengan poling menunjukkan bahwa 70 persen pemilih menganggap isu pengungsi merupakan masalah paling penting dalam agenda politik, demikian menurut koran Berlingske.
Sedangkan sebuah poling lain menunjukkan 37 persen tidak setuju dengan pemberian izin tempat tinggal bagi para pengungsi, meningkat dibandingkan bulan September lalu yang hanya 20 persen.*/Nashirul Haq AR