Hidayatullah.com— Pemerintah distrik Barpeta pada hari Senin membuldozer dan menghancurkan sebuah madrasah bernama Shaikhul Hind Mahmudul Hasan Jamiul Huda di daerah Dhakaliapara di distrik Barpeta Assam.Polisi telah menangkap beberapa lusin orang sejauh ini sejak Maret dan penjagaan ketat di daerah-daerah yang didominasi minoritas Muslim di Assam.
Pemerintah India mengkaim, madrasah itu dihancurkan karena diduga terkait dengan Al-Qaeda Anak Benua India (AQIS) dan Tim Ansarul Bangla (ABT), kelompok teror berbasis di Bangladesh. Tidak hanya menerimah tuduhan teroris, Pemerintah Hindu yang berkuasa di Assam juga menuduh para gurunya terlibat dalam kegiatan anti-nasional, tanpa dijelaskan maksud tuduhan ini.
Saiful Islam alias Harun Rashid, warga Bangladesh yang bekerja sebagai guru di Masjid Dhakaliapara, ditangkap bulan lalu. Saiful Islam adalah pendiri Madrasah Syaikhul Hind Mahmudul Hasan Jamiul Huda di distrik Barpeta pada 2019.
Sebuah surat telah dikirim oleh Inspektur Polisi (Barpeta) Amitava Singha ke kantor Wakil Komisaris Distrik Barpeta pada hari Sabtu, yang menyatakan bahwa madrasah telah diduga memiliki hubungan ABT dan bahwa tanah tempat madrasah yang didirikan adalah milik pemerintah negara bagian.
“Mohammud Rasyid yang ditangkap adalah kepala madrasah yang dibongkar hari ini. Dia bertanggung jawab untuk memotivasi pemuda untuk bergabung dengan modul dan juga mengembangkan Barpeta sebagai basis kegiatan jihad,” kata Inspektur Polisi Amitava Singha dikutip EastMojo.
“Kami tidak tahu apa itu Jihadi dan kami tidak tahu bahwa aktivitas jihad dilakukan di dalam madrasah. Baru hari ini, kami mengetahui bahwa tanah itu milik pemerintah negara bagian, ”kata salah satu penduduk setempat.
Ketua Menteri Assam Himanta Biswa Sarma mengatakan pada konferensi pers bahwa madrasah dihancurkan di bawah Undang-Undang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang Kegiatan Melanggar Hukum (Pencegahan) dan menambahkan bahwa siswanya diterima di sekolah yang berbeda.
“Di Morigaon hari ini, Madrasah Jamiul Huda dibongkar berdasarkan UU Penanggulangan Bencana dan UU UAPA. Empat puluh tiga siswa yang belajar di madrasah ini sekarang diterima di sekolah yang berbeda,” katanya seraya menyebutkan bahwa Syekh Mustafa memperoleh gelar doktor dalam Hukum Islam dari Bhopal Madhya Pradesh pada tahun 2017.
Menurut Polisi Assam, pengamanan ketat dikerahkan di daerah itu ketika pemerintah kabupaten menghancurkan Madrasah yang dijalankan oleh Mustafa sejak 2018. Sebelumnya, 11 orang telah ditahan dalam tindakan keras dan aksi besar-besaran 28 Juli yang mengaitkan dan menuduh mereka terlibat AQIS dan ABT.
Sudah ada 800 madrasah ditutup di Assam sejauh ini.

Politik bulldozer India
Beberapa tahun terakhir, buldoser menjadi senjata di tangan pemerintah nasionalis Hindu Partai Bharatiya Janata (BJP) di India untuk menghancurkan rumah dan mata pencaharian minoritas Muslim. Juli lalu, pihak berwenang Kota Prayagraj (sebelumnya disebut Allahabad) menghancurkan rumah aktivis politik Muslim, Javed Mohammad dengan dalih bangunan ilegal, namun klaim ini dibantah keluarga.
Para pengkritik mengatakan alasan sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan legalitas atau izin bangunan, tapi sebagai bentuk hukuman bagi Javed karena sangat vokal mengkritik pemerintah.
Sehari sebelum penggusuran itu, polisi menangkap Javed atas tuduhan menjadi dalang unjuk rasa berujung ricuh yang dilakukan komunitas Muslim menentang penghinaan terhadap Nabi Muhammad yang dilontarkan politikus BJP Nupur Sharma. Nupur Sharma telah dipecat sebagai juru bicara partai, tapi para demonstran menuntut dia ditangkap karena komentarnya yang menyinggung.
Penggusuran rumah Javed menuai kritik di India dan menjadi berita utama di seluruh dunia. Para mantan hakim dan pengacara ternama di India menulis surat kepada ketua mahkamah agung mengatakan penggunaan buldoser merupakan “pelanggaran supremasi hukum yang tidak bisa diterima” dan mendesak pengadilan bertindak menentang “kekerasan dan penindasan terhadap warga Muslim”, seperti dikutip dari BBC, Selasa (21/6/2022).*