Selasa, 15 November 2005
Hidayatullah.com–Pengamat intelijen yang juga mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), AC Manulang, meminta polisi melakukan tes DNA sebagai cross check hasil penelitian sidik jari untuk memastikan satu dari dua orag yang meninggal di Vila Flamboyan Blok A, Batu, Malang adalah benar-benar Azahari.
Manulang secara terang-terangan mengatakan dirinya termasuk pihak yang meragukan kematian Azahari. “Yang mati itu mungkin hanya Azahari-Azaharian. Saya menduga ini skenario intelijen asing, “ sebutnya seraya mengatakan prediksinya itu didasarkan pada pengalamannya sebagai seorang intelijen.
Keraguan Manulang bukannya tanpa dasar. Menurutnya, setidaknya ada tiga kejanggalan di balik tewasnya “Dr. Azahari” sebagaimana diakui pihak polisi.
Pertama, polisi belum menjelaskan secara terbuka kepada publik seputar keberhasilannya mengendus persembunyian “Dr. Azahari” di Vila Batu, Malang.
“Apa, bilamana, di mana, bagaimana dan mengapa aparatur Polri itu bisa sampai ke Vila Flamboyan. Ini harus dijelaskan dan dibuktikan, kata Manulang.
Jika polisi tidak bisa melakukan hal itu, besar kemungkinan penyergapan Azhari di Vila Flamboyan Cuma operasi intelijen. Dan yang namanya operasi intelijen, ujar Manulang, sulit dibuktikan sebagaimana kasus kematian Munir.
Keraguan Manulang kedua adalah munculnya seseorang bernama Khairil ke ruang patologi RS Pusat Polisi Said Sukanto yang diberitakan mencuri pisau operasi sebagai banyak diberitakan di koran, Sabtu, (12/11) lalu.
Manulang mengaku tak percaya jika Khairil hanya sekedar mencuri pisau operasi. Dia menengarai, Khairil punya maksud tertentu. Apalagi, saat itu jenazah “Dr. Azahari” dan Arman yang diberitakan baru saja tiba dievakuasi dari Surabaya. Sebab pengamanan jenazah atas tuduhan terorisme itu pastilah amat ketat.
Manulang menilai, Khairil bukanlah orang biasa. Apalagi dia mampu menembus dan bisa menyelinap petugas yang melakukan pengawasan sangat ketat itu. “Sangat boleh jadi, dia akan mencari bagian tubuh dari Azahari untuk dibawa ke Australis atau CIA, Amerika.”
Sedah menjadi rahasia umum, kedua negara itu selalu ‘bermain’ di Indonesia, ujar Manulang.
Keganjilan ketiga, menurut Manulang, adalah kemunculan Azahari di Vila Flamboyan, Baru Malang.
Menurutnya, sebagai orang yang dituduh meemimpin ‘terorisme’ di Indonesia, logikanya, kemanapun pergi Azahari akan dikawal bodyguard dan support agen yang mengaturnya. “Agak sulit diterima pikiran seorang intelijen, jika seorang pemimpin seperti Azahari itu nongol di suatu tempat peristirahatan.
Manulang menduga, peristiwa Azahari ini telah diatur oleh intelijen asing yang memang berkepentingan dengan isu terorisme. (diolah dari koran Surya, Selasa, 15 November 2005)