Hidayatullah.com–Pergaulan bebas remaja, pernikahan sejenis, wanita karier yang tidak ingin menikah, hanyalah beberapa efek dari terserapnya wacana feminisme dan kesetaraan gender di masyarakat.
Penguatan nilai-nilai keluarga (family mainstreaming) menjadi kata kunci untuk menghalaunya. Bertujuan sama, Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, mengadakan kajian tematik berseri “Harmonisasi Keluarga”, setiap bulan. Kajian ini untuk umum dan tanpa pungutan biaya.
Kajian perdana yang dilaksanakan Senin (13/10) di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta, itu, diharapkan memberi pemahaman konsep keluarga Islami.
“Kami berharap family mainstreaming bisa diterima berbagai pihak, bukan saja oleh aktivis,” Sri Vira Chandra, Pengurus Bidang Jaringan AILA, menjelaskan.
Pertemuan pertama membahas tentang pencarian jodoh. “Kenapa kita harus menikah dengan calon beragama yang sama, kenapa dengan konsep Islam, dan kenapa kita harus menolak pernikahan sesama jenis,” ulas Ketua Bidang Dakwah Pengurus Pusat Wanita Islam (WI) itu.
Setelah tema pencarian jodoh, kajian berikutnya membahas warisan dan mekanisme talak juga akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
Menurut Vira, kajian ini diberikan karena para agen fenimisme, melakukan berbagai usaha dalam menyuntikkan paham liberal. Tidak saja di level negara, gerakannya juga merangsek sampai akar rumput, yakni keluarga, unit masyarakat terkecil.
Tidak sedikit orang-orang yang mengerti ilmu agama, lanjut Vira, direkrut untuk berbicara feminisme. Banyak ditemukan, ahli agama atau setidaknya alumni mahasiswa lembaga pendidikan berbasiskan agama, justru menentang Al-Quran dan hadits.
Dr. Saiful Bahri terjadwal sebagai pembicara tetap kajian AILA tersebut. Doktor lulusan Universitas Al Azhar, Mesir yang disertasinya berjudul “Deskripsi dan Kritik atas Metodologi Penafsiran Ayat-Ayat Perempuan dalam Al-Quran Perspektif Sekuler” itu dinilai mumpuni membedah dalil-dalil Al Quran terkait penguatan keluarga islami.*