Hidayatullah.com — Maraknya ragam prostitusi menunjukkan suatu kebutuhan regulasi untuk menindak dengan seperangkat aturan dan tindakan tegas terhadap demand side, supply side, serta mucikari.
“Jika demand side diberikan hukuman berat, maka supply side bisa berkurang secara otomatias,” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa belum lama ini dikutip laman Kemensos dan ditulis hidayatullah.com, Sabtu (16/5/2015).
Kata menteri, pola-pola dan model praktik prostitusi telah berubah dari lokaliasi ke apartemen, rumah pribadi, kost-kostan serta hotel. Maka, kata dia, dibutuhkan payung hukum untuk menindak tegas para pengguna dan penyedia jasa prostitusi.
“Payung hukum berupa undang-undang antiprositusi belum ada. Namun Indonesia sudah memiliki UU antipornografi dan Kemensos terus berupaya memasukan kejahatan seksual dan prostitusi ke dalam usulan regulasi baru yang dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” katanya.
Indonesia kata Khofifah mestinya belajar dari keberhasilan Swedia yang bisa menekan demand side 80 persen dan menekan supply side 75 pesen dalam tiga tahun terakhir. Untuk bisa mendapatkan pola yang tepat, Swedia pun melakukan revisi tiga kali atas UU antiprostitusi.
“Usulan regulasi baru tersebut, juga mencakup segala macam kejahatan seksual, perbudakan, kriminalitas, perdangan manusia, incest dan sebagainya,” imbuhnya.
Di level pelaksanaan di lapangan, dibutuhkan kerja sama yang solid dari jajaran kepolisian dan kejaksaan dalam menegakkan hukuman bagi demand side, supply side, serta mucikari yang terang benderang.
“Penegakan hukum bagi pelaku kejahatan seksual, pengguna prostitusi dan mucikari dibutuhkan hukum jelas, sehingga tidak ada multitafsir dalam pelaksanaannya, ” ujarnya.
Diketahui Kementerian Sosial (Kemensos) punya pengalaman menutup 33 lokalisasi dari 168 yang ada di Indonesia pada tahun lalu. Seiring upaya penutupan berbagai lokalisasi, maka praktik prostitusi pun mengalmai perubahan.
“Tahun 2014, Kemensos berhasil menutup 33 lokalisasi dari 168 yang ada dengan memberikan pemberdayaan kemandirian ekonomi, seperti Usaha Eknomi Produktif dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE), ” katanya.*