Hidayatullah.com – Kasus kematian Siyono, terduga terorisme yang tewas dalam penangkapan oleh Densus 88, dinilai harus menjadi pemicu untuk negara mengevaluasi penanganan tindak terorisme di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Miko Ginting dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dalam konferensi pers ‘Mencari Keadilan untuk Suratmi‘ di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (01/04/2016).
Ia menjelaskan, tindak penanganan kasus terorisme sudah diatur dalam Undang-undang No. 15 tahun 2003 yang menegaskan bahwa terorisme adalah tindak pidana. Begitu pula dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No. 23 tahun 2011 tentang penindakan terhadap tersangka.
“Kategorisasi ini penting, karena tidak ada tindakan lain untuk menindak tindak pidana ataupun kejahatan selain daripada diatur oleh hukum,” tegasnya.
Sehingga, terang Miko, tidak ada upaya paksa yang bisa dikenakan kepada warga negara kalau yang bersangkutan tidak berstatus tersangka. Termasuk, kata dia, terhadap Siyono yang masih berstatus sebagai terduga.
“Kalau dia tersangka baru boleh dikenakan upaya paksa, dan upaya paksa itu juga diatur secara rinci dalam KUHAP, soal bagiamana penangkapan, penggeledahan, maupun penyitaan. Tidak ada tembak di tempat,” paparnya.
Untuk itu, ia mempertanyakan penyiksaan yang dilakukan Densus 88 kepada terduga hingga berujung kematian, apakah telah menggunakan pendekatan hukum.
“Saya bisa mengatakan kalau tindakan terhadap Siyono dilakukan diluar cara-cara hukum. Dan kalau itu dilakukan diluar prosedur, maka itu termasuk tindakan sewenang-wenang.” tukas Miko.
Baca:
Mencari Keadilan Untuk Suratmi, Muhammadiyah Akan Otopsi Jasad Siyono
Komnas HAM Pertanyakan Transparansi Uang yang Beredar dalam Kasus Siyono
Menurutnya, kasus kematian Siyono menambah deretan panjang seseorang yang baru dikenakan status terduga, kemudian dikenakan upaya paksa, bahkan penyiksaan yang berujung kematian.
“Untuk itu harus dilakukan evaluasi terhadap Densus dan personil yang melakukan penyiksaan, pemeriksaan di propam atau internal tidak cukup. Karena penyiksaan yang berujung kematian adalah tindak pidana sehingga harus diusut tuntas,” pungkasnya.*