Hidayatullah.com–Dalam lanjutan sidang perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 tentang uji materiil pasal 284, 285, dan 292 KUHP yang kesembilan, Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat menilai, persidangan tersebut seperti perang antara pandangan yang konservatif versus liberal.
Hal itu ia ungkapkan ketika menanggapi paparan para pihak terkait dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Institute fot Criminal Justice Reform (ICJR) yang cenderung berargumentasi dengan menggunakan dalil dan prinsip hukum internasional atau barat.
Karenanya, Arief menegaskan, bahwa MK merupakan penjaga ideologi negara, yakni Pancasila dan UUD 1945.
“Padahal kita tahu bahwa the founding fathers sudah mewariskan pada kita satu prinsip hukum di Indonesia ini harus dibangun berdasarkan ideologi Pancasila,” ujarnya, Kamis (22/09/2016) lalu.
Ahli ICJR Sebut Selingkuh Tak Timbulkan Kerusakan, Hakim MK: Saya Tidak Bisa Bayangkan
Sedangkan, menurutnya, yang berkembang di dunia internasional adalah prinsip hukum yang dibangun berdasarkan nilai-nilai universal yang didasari pada pemisahan agama atau kepercayaan masyarakat dengan negara.
“Atau istilahnya adalah sistem hukum yang diletakkan secara sekuler,” jelasnya.
Untuk itu, terang Arief, sistem hukum di Indonesia harus diletakkan berdasarkan ideologi Pancasila.
“Artinya kalau kita menjabarkan sila yang pertama misalnya, berarti sistem hukum yang dibangun adalah sistem hukum yang disinari oleh sinar ketuhanan. Sinar ketuhanan yang berasal dari agama apapun yang diakui di Indonesia,” paparnya.
“Begitu juga alat penegak hukum, yakni keadilan berdasarkan ketuhanan. Saya tiap kali membaca putusan selalu didasari dengan itu. Sehingga membangun hukum harus disinari sinar ketuhanan,” tambah Arief.
Sebelumnya, Pegiat YLBHI, Bahrain, dan saksi ahli dari ICJR, Roihatul Aswidah dinilai dalam presentasinya selalu mendasari argumen hukumnya dengan mengutip sistem dan prinsip-prinsip hukum seperti Konvensi Winda serta International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) tentang perlindungan hak-hak privasi warga negara.*