Hidayatullah.com– Pelaku penyebar berita bohong (hoax) soal Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah ditangkap oleh penyidik dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Daripada kasus itu, menurut pihak Irena Center, seharusnya Bareskrim lebih mengutamakan kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Polri harusnya memprioritaskan proses hukum terhadap Ahok tanpa harus menunggu reaksi umat Islam,” ujar Penasihat Hukum Irena Center, M Ichsan, kepada hidayatullah.com di Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Irena Center merupakan salah satu pihak yang melaporkan Ahok ke Bareskrim, Jumat (21/10/2016), terkait kasus dugaan penistaan agama.
Antara Ahok dan Penyebar Hoax
Dalam hal ini, ada dua kasus yang dibandingkan. Kasus pertama, Ahok yang dinilai menista agama karena mengucapkan “…dibohongi pakai Surat Al-Maidah (ayat) 51…”.
Kasus ini isunya sudah bergulir sejak awal bulan Oktober ini. Pada Jumat (07/10/2016), Ahok dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh PP Pemuda Muhammadiyah terkait dugaan penistaan agama tersebut.
Berbagai pihak di Indonesia juga sudah melaporkan Ahok ke berbagai markas kepolisian.
Ormas Islam Ramai-Ramai Laporkan Ahok, Masyarakat Ragu Penanganan Tak Diendapkan
Sementara, kasus kedua, penyebaran “hoax Kapolri”, terjadi pada pertengahan Oktober 2016. Atau sekitar dua hari setelah aksi besar-besaran puluhan ribu umat Islam se-Indonesia, Jumat (14/10/2016).
Pelaku yang ditangkap itu, menurut kepolisian, adalah penyebar hoax yang menyebut Kapolri Tito memerintahkan Kabareskrim untuk menangkap mantan Ketua MPR Amien Rais.
“Perintah Kapolri” dalam hoax itu terkait Amien Rais yang ikut dalam aksi damai mendesak kepolisian memproses hukum Ahok di Jakarta, Jumat (14/10/2016) itu.
Diberitakan hidayatullah.com, pada aksi itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini meminta Presiden Joko Widodo agar tidak melindungi Ahok terkait kasus hukum yang menimpanya.
Dari perbandingan kedua kasus tersebut, bagi Irena Center, terkesan ada perbedaan perlakuan hukum oleh kepolisian terhadap Ahok dan penyebar hoax itu.
“Harusnya tidak ada perbedaan perlakuan di mata hukum antara si penyebar berita bohong itu, Ahok sekalipun, maupun nenek tua yang dihukum karena mencuri singkong untuk makan,” ujar Ichsan mencontohkan kasus hukum lainnya.
Ahok baru satu kali diperiksa Bareskrim terkait kasus dugaan penistaan agama itu, Senin (24/10/2016). Pemeriksaan yang dikabarkan “tak terjadwal” itu belum memutuskan status Ahok atas kasusnya. Hingga berita ini naik tayang, Bareskrim belum mengeluarkan pernyataan terkait perbandingan hukum dua kasus itu.
Status Ahok Belum Diputuskan, Pemuda Muhammadiyah Berharap Polisi Profesional
Berita Bohong Itu
Dilaporkan Antaranews, Rabu (26/10/2016), penyidik masih menyelidiki motif pelaku penyebar hoax itu. Namun pihaknya enggan mengungkap identitas pelaku kepada awak media.
“Kami lihat dulu hasil identifikasinya, nanti koordinasikan dengan Direktur (Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim),” ujar Kasubdit Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Himawan Bayu Aji.
Pada Ahad (16/10/2016), beredar kabar bohong beserta slide show berjudul “Arahan Kapolri” yang terdiri dari 14 poin terkait Pilgub DKI 2017.
Berita bohong itu juga membingkaikan wacana Kapolri memerintahkan Kabareskrim Komjen Ari Dono untuk memeriksa Amien Rais.
Kapolri Tito menegaskan, berita yang berisi 14 poin arahan Kapolri tentang Pilgub DKI, tidak benar.
“Semuanya nggak benar. Sumber juga nggak jelas. Mungkin pelaku sengaja ingin menyudutkan. Mungkin. Saya minta masyarakat untuk tidak percaya karena itu berasal dari medsos (media sosial),” ujar Tito.
Senada, Komjen Ari Dono juga mengatakan, seluruh jajaran Polri tidak mendapat arahan seperti yang dikabarkan.
“Saya dapat pastikan bahwa tidak ada arahan dari Kapolri seperti yang dikabarkan itu. Seluruh jajaran dan pejabat utama Mabes Polri juga jadi saksi bahwa saat pengarahan, tidak ada slide show yang mengarahkan seperti itu,” tegas Ari.
Pelaku penyebar ‘hoax Kapolri’ itu ditangkap oleh penyidik Subdit Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri.*