Hidayatullah.com– Tim Advokasi GNPF MUI, Selasa (14/02/2017), menyerahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), dalam hal ini Majelis Hakim Perkara Ahok, bukti tambahan atas pengulangan penistaan agama Islam oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Selain menyerahkan bukti ke PN Jakut, Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat itu, Tim Advokasi juga meminta agar majelis hakim menahan Ahok karena telah mengulangi kembali melakukan penodaan/penistaan agama Islam.
“Demi kepentingan pemeriksaan, kami meminta Yang Mulia Majelis Hakim untuk mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap terdakwa Saudara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok alias Zhong Wan Xie (Ahok),” sebut Tim Advokasi dalam surat bernomor 411/GNPF-PNUTARA/17 dengan lampiran 1 (satu) bundel berkas beserta data rekaman.
Ahli-ahli pada Sidang ke-10 Kuatkan Dakwaan Ahok Nista Agama
Kepada Majelis Hakim, Tim Advokasi menyampaikan sejumlah alasan mengapa Ahok harus segera ditahan.
Di antaranya, pertama, penahanan terhadap Ahok telah memenuhi syarat objektif Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP, yang mensyaratkan tindak pidana yang diancam 5 (lima) tahun atau lebih.
“Yaitu karena Ahok telah didakwa dengan Pasal 156 a KUHP dengan ancaman penjara pidana selama-lamanya 5 (lima) tahun,” sebutnya.
Selain itu, tambahnya, keterangan saksi-saksi, ahli-ahli, dan bukti surat yang telah dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) hingga persidangan ke-10, Senin (13/02/2017) kemarin, dengan sangat jelas membuktikan kebenaran dari dakwaan JPU.
Sehingga, sebutnya, syarat penahanan ‘Terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup’, sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, telah terpenuhi.
Ahli Labfor Pastikan Video Otentik, Ahok Diyakini Kian di Ujung Tanduk
Fakta-fakta Ahok Mengulangi Perbuatan Pidana
Kemudian, masih dalam surat itu, Tim Advokasi GNPF MUI menyampaikan, terdapat sejumlah fakta bahwa Ahok mengulangi perbuatan pidana sebagaimana yang disyaratkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Setidaknya, 6 fakta yang disampaikan oleh Tim Advokasi.
Antara lain, sebutnya, dengan mengacu kepada berita yang tidak disebutkannya Ahok membuat marah peserta Aksi Damai 411 (4 November 2016). Dimana Ahok menuduh sebagian peserta aksi dibayar Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per orang.
“Atas pernyataannya tersebut, banyak masyarakat yang melaporkannya ke kepolisian atas tindak pidana ‘Penistaan’, ‘Penghinaan’ atau ‘Pencemaran nama baik’ sebagaimana ketentuan Pasal 156 KUHP dan 310 KUHP,” jelasnya.
Kemudian, fakta lain yang diungkapkan, bahwa tidak hanya Surat Al-Maidah:51 yang kerap kali menjadi sasaran lisan Ahok.
Masyarakatnya sendiri yang memilih calon kepala daerah berdasarkan agama juga menjadi sasaran Ahok dengan mencapnya sebagai pemilih yang bertentangan dengan konstitusi, sebutnya.
“Seperti yang disampaikannya saat dirinya kembali aktif menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 11 Februari 2017 di Balai Kota (DKI Jakarta),” jelasnya.
Berdasarkan alasan-alasan dan fakta-fakta yang disampaikan Tim Advokasi, dinilai jelas secara yuridis formal, bahwa Ahok sangat layak untuk ditahan. Karena telah memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 21 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (4) KUHAP.
Pengacara: Mayoritas Ahli Hukum Sepakat Ahok Bersalah, Pantas Dipidana
“Selain itu pula secara historis hukum Indonesia, hanya Ahok terdakwa penistaan agama yang tidak ditahan, yang tentunya sangat melukai perasaan keadilan masyarakat,” sebutnya.
Para pengacara yang bertanda tangan dalam surat tersebut adalah Rangga Lukita Desnata SH MH, Mohammad Kamil Pasha SH MH, Juanda Eltari SH, Sumadi Atmadja SH, dan Erisamdy Prayatna SH.*