Hidayatullah.com– Penentuan Barus di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sebagai titik awal masuknya Islam ke Indonesia sebenarnya sudah pernah dibahas dalam seminar nasional bertema “Sejarah Masuknya Islam di Indonesia” tahun 1962.
“Dulu, itu zamannya Pak Hamka. Tapi, memang fakta-fakta sejarahnya masih minor, belum bisa dipastikan,” jelas Sejarawan Dr Tiar Anwar Bachtiar saat dihubungi hidayatullah.com, Sabtu (25/03/2017) kemarin.
Tiar mencontohkan seperti penemuan adanya batu nisan di Makam Mahligai Barus. “Ini pun masih debatable (belum pasti. Red). Ada yang menafsirkan ditemukannya tahun 48 Hijriyah. Tapi, setelah dilakukan riset ternyata usianya lebih muda, bukan 48 Hijriyah,” terangnya.
Baca: Bersila di Negeri Kāfūr: Kehadiran Pedagang Muslim di Nusantara sebelum Abad ke-10 Masehi [1]
Menurut peneliti INSISTS ini, justru yang sering dipakai sebagai sumber bahwa Islam masuk pertama di Barus adalah catatan pelancong China yang bertemu dengan komunitas Arab di sana.
“Memang Barus ini menjadi tempat persinggahan para pedagang dari Arab, untuk rempah-rempah terutama kamper atau kapur barus,” imbuhnya.
Bahkan, Tiar mengatakan, sejak abad pertama, sudah terbangun hubungan antara Timur Tengah dengan kawasan Nusantara (Barus. Red).
“Kalau makam belum bisa dipastikan bahwa berasal dari abad ke-7 Masehi,” tegas Tiar.
Meskipun ada penafsiran soal usia batu nisan yang terdapat di makam (48 Hijriyah), menurut Tiar, tidak relevan dengan beberapa hasil riset. Misalnya, riset terhadap bebatuan yang ada di makam tersebut, baik dari model atau bentuk dan sebagainya.
“Sehingga hasil riset tersebut tidak mendukung penafsiran usia batu nisan di makam. Bahkan, belakang muncul hasil riset yang menyebutkan kawasan makam itu muncul abad ke-14 atau 15 Masehi. Jadi, makam tersebut sebenarnya masih ‘muda’ usianya. Bukan makam yang berasal dari abad ke-7 Masehi,” paparnya.
Justru fakta sejarah masuknya Islam di Indonesia bukan mengenai makam itu, tapi catatan pelancong China yang menemukan komunitas Arab di Barus. Meski ini juga masih ada perdebatan di kalangan sejarawan, tapi catatan tersebut memang benar adanya.
“Meski demikian, selama ini yang dipercaya dan diyakini masyarakat setempat secara lisan sebagai titik awal masuknya Islam memang makam Mahligai di Barus,” ujarnya.
Makam Mahligai Dinilai ‘Masih Muda’
Jadi, menurut Tiar, tidak relevan jika menyebut pemakaman Mahligai di Barus sebagai titik awal masuknya Islam ke Nusantara. Sebab, usia batu nisan di makam masih ‘muda sekali’.
Tapi, jika mengatakan bahwa kawasan Barus sebagai titik awal masuknya Islam bisa saja benar, sebab ada info yang menyebutnya seperti itu. “Fakta sejarahnya antara lain berupa catatan pelancong China yang ditemukan oleh beberapa peneliti bahwa ia pernah sampai di kawasan Barus sekitar abad ke-7,” jelasnya.
Menurut Tiar, komunitas Muslim di Barus tidak jelas siapa, dari mana, dan sebagainya. Jadi, informasinya masih samar-samar. “Namun, itu bisa dijadikan indikasi bahwa memang sejak abad ke-7, Islam sudah datang ke Barus,” tutupnya.
Diketahui, Jumat (24/03/2017) lalu, Presiden RI Joko Widodo meresmikan tugu titik nol kilometer masuknya agama Islam ke Nusantara di Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dalam sambutannya Presiden Jokowi mengakui, sudah sudah lama mendengar sejarah Kota Barus. Dimana dalam literatur mumi yang ada di Mesir bisa diawetkan karena pakai kapur Barus. Dan juga ratusan tahun yang lalu peradaban nenek moyang Indonesia telah berhubungan erat dengan saudagar dari Timur Tengah dengan penyebaran agama Islam pertama di Nusantara.
“Sejarah tentu meninggalkan bukti atau situs. Dan tadi pagi saya telah mengunjungi Makam Mahligai. Disana terdapat banyak makam pedagang dari Timur Tengah yang kita yakini sebagai aulia membawa masuknya agama Islam melalui Barus,” ujar Presiden dikutip Antarasumut.*