Hidayatullah.com – Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Tengku Zulkarnain mengatakan, pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan pencantuman aliran kepercayaan di KTP dan Kartu Keluarga (KK) membingungkan.
Ia mempertanyakan, akan ditaruh dimana posisi aliran kepercayaan tersebut. Pasalnya, aliran kepercayaan berbeda dengan agama yang telah disepakati sebagai identitas.
“Kalau di kolom agama jelas tidak bisa. Aliran kepercayaan itu produk budaya dan pemikiran, sedangkan agama itu wahyu dari Yang Maha Kuasa. Ada kitab sucinya, ada Nabinya,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Baca: Putusan MK Dikhawatirkan Menimbulkan Kasus Penodaan Agama
Alasan bahwa aliran kepercayaan tidak terakomodasi, menurut Tengku, tidak tepat dan ada upaya penyesatan opini. Sebab sejak lama aliran kepercayaan dicatat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam data base Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
“Jadi bukan agama, tapi budaya,” tegasnya.
Ulama asal Sumatera Utara ini menyebut, banyak juga penghayat kepercayaan yang tidak bersedia dipindahkan ke Kementerian Agama, karena mereka lebih nyaman di Direktorat Kebudayaan.
Baca: MUI: Putusan MK Soal Aliran Kepercayaan Merusak Kesepakatan Bernegara
Belum lagi, lanjut Tengku, pengaturan terkait ritual ajaran yang akan membingungkan jika aliran kepercayaan diposisikan seperti agama.
Seperti jika penganut penghayat kepercayaan wafat akan dikuburkan dimana. Karena pasti tidak bisa dikebumikan di pemakaman Islam ataupun agama lainnya.
“Jadi banyak yang harus dipikirkan, tidak sesimpel itu. Repotnya nanti pelaksanaannya,” pungkasnya.*