Hidayatullah.com– Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi pemerintah yang via Rapat Kabinet, Jumat (02/11/2018), memutuskan bahwa pada 2019 tidak ada kenaikan tarif cukai rokok.
Pada konteks regulasi, menurut YLKI, pembatalan naiknya cukai rokok ini adalah bentuk anti regulasi, karena UU Cukai mengamanatkan kenaikan cukai sampai 57 persen.
Pada konteks perlindungan konsumen dan kesehatan publik, hal ini dinilai ironis dan paradoks.
YLKI memaparkan sejumlah alasannya. Pertama, kebijakan pembatalan kenaikan cukai rokok membuktikan bahwa pemerintah terlalu dominan dikooptasi dan diintervensi oleh kepentingan industri rokok, terutama industri rokok besar.
Kedua, menurut YLKI, kebijakan pembatalan naiknya cukai rokok itu membuktikan juga bahwa pemerintah tidak mempunyai visi terhadap kesehatan publik.
“Pembatalan kenaikan cukai mengakibatkan produksi rokok meningkat dan makin terjangkau oleh anak-anak, remaja, dan rumah tangga miskin. Itu artinya pemerintah menjerumuskan mereka dalam ketergantungan konsumsi rokok. Dan menjerumuskan mereka dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam,” ujar Tulus Abadi Ketua Pengurus Harian YLKI dalam siaran persnya, Senin (05/11/2018).
Ketiga, pembatalan itu dinilai juga akan mengakibatkan kinerja BPJS Kesehatan akan semakin bleeding dari sisi finansial.
Data yang diungkapkan menunjukkan dengan sangat kuat, bahwa dominannya konsumsi rokok di tengah masyarakat (lebih dari 35 persen dari total populasi), menjadi salah satu pemicu utama berbagai penyakit katastropik.
“Dan jenis penyakit inilah yang mengakibatkan kinerja finansial BPJS Kesehatan berdarah-darah,” ungkapnya.
Baca: Larang Iklan Rokok, DKI Jakarta dan 9 Daerah Lain Raih Penghargaan
Keempat, tambah Tulus, pembatalan kenaikan cukai juga bukti bahwa pemerintah bertindak abai terhadap perlindungan konsumen.
Sebab cukai adalah instrumen kuat untuk melindungi konsumen, agar tidak semakin terjerumus oleh bahaya rokok, baik bagi kesehatan tubuhnya bahkan kesehatan finansialnya.
“Kelima, pembatalan ini pada akhirnya hanya dijadikan kepentingan politik jangka pendek (pilpres). Pemerintah telah mengorbankan kepentingan perlindungan konsumen dan kesehatan publik demi kepentingan jangka pendek,” pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menaikkan cukai hasil tembakau atau cukai rokok di 2019. Rencananya PMK atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK) akan dikeluarkan pada Oktober 2018.
Baca: Iklan Rokok Masih Boleh, Pemerintah Dinilai Biarkan Anak Jadi Perokok
Namun, Jumat (02/11/2018) lau, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan tidak akan ada perubahan atau kenaikan cukai di 2019.
Ia menyampaikan hal tersebut usai Rapat Sidang Kabinet di Istana Bogor (02/11/2018).
Menurut Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, batalnya kenaikan cukai rokok memang diambil keputusannya setelah Rapat Terbatas langsung yang dipimpin Presiden Jokow,i Jumat pagi di Istana Bogor.
“Pemerintah dan Presiden mempertimbangkan aspek ke ekonomi kita dan kegiatan bisnis dan investasi. Tentunya banyak faktor yang diperhatikan,” papar Askolani saat menjadi narasumber di acara Closing Bell – CNBC Indonesia TV, Jumat (02/11/2018) kutip laman media itu.
Menurut Askolani, industri, tenaga kerja, kebijakan dan timing atau waktu menjadi pertimbangan khusus pemerintah.*
Baca: YLKI Desak Pemerintah Larang Total Iklan Rokok di Semua Media