Hidayatullah.com- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta kerja atau Omnibus Law pada Pengambilan keputusan tingkat I atas hasil Pembahasan RUU tentang Cipta Kerja oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Sabtu malam (03/10/2020) di Jakarta.
Anggota Baleg DPR RI FPKS, Ledia Hanifa Amaliah, yang mewakili Fraksi PKS menyampaikan pernyataan arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta Kerja berdampak terhadap lebih dari 78 undang-undang.
“Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa substansi yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia sehingga diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materi dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang kita sepakati bersama,” kata Ledia Hanifa Amaliah menegaskan sikap partai dalam keterangannya, Ahad (04/10/2020).
Anggota Komisi X DPR ini menambahkan beberapa catatan Fraksi PKS DPR RI, Fraksi PKS memandang pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemi Covid-19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi, dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja.
“Banyak materi muatannya dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidakoptimalan dalam pembahasan. Padahal Undang-undang ini akan berdampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini,” ujarnya.
Ketiga, lanjut Ledia, FPKS memandang RUU Cipta Kerja ini tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun resep. meski sering disebut adalah investasi, pada saat ini yang diatur dalam Omnibus Hukum masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi.
“Contoh ketidaktepatan ini adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak berdasarkan analisa yang komprehensif. Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK. Sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha,” terangnya.
Baca: Mayoritas Fraksi DPR dan Pemerintah Sepakat Bawa RUU Ciptaker ke Paripurna Meski Banyak Protes
Keempat, imbuhnya, secara substansi F-PKS menilai sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang kita sepakati pasca amandemen konstitusi. Ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Cipta Kerja.
“Ancaman terhadap kedaulatan negara melaui menawarkan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita RUU Cipta Kerja memuat pengaturan yang memberikan kerugian terhap tenagakerja atau buruh melaui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon,” ungkapnya.
RUU Cipta Kerja, kata Ledia, memuat pengaturan yang hancur kerusakan terhadap kelestarian lingkungan. Dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.
RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar bagi Pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pangawasan dan pengendalian administrasinya. Seyogianya berdasarkan perintah pemerintah untuk mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern,” ujar Ledia.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan MENOLAK Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja untuk ditetapkan sebagai UU,” pungkasnya.
Diketahui, Pemerintah bersama Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR RI) resmi menyepakati RUU Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law pada rapat Pembahasan Tingkat I. Adapun keputusan tingkat II akan diambil pada Sidang Paripurna yang rencananya berlangsung pada 08 Oktober 2020 mendatang.*