Hidayatullah.com– TNI Angkatan Laut menyatakan hingga kini belum mengetahui negara pemilik drone bawah laut (underwater sea glider) yang ditemukan nelayan pada 26 Desember 2020 lalu di Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan tidak ditemukan ciri-ciri tulisan negara pembuat pada bagian luar drone itu.
Dia pun memberikan waktu sebulan kepada Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut untuk membongkar dan meneliti data yang ada di dalam drone untuk mengetahui negara pemilik.
Yudo menegaskan Indonesia hingga kini belum memiliki alat tersebut.
“Tapi sebenarnya tanpa alat itu kita bisa, sudah memiliki alat yang hampir sama dengan ini. Kita bisa buat peta, menentukan kedalaman, melihat arus sudah bisa,” jelas Yudo saat menggelar konferensi pers di Jakarta pada Senin (04/01/2021) dikutip Anadolu Agency.
Namun katanya sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Prancis, China, Jepang, dan Kanada bisa memproduksi alat tersebut.
Walau begitu, sampai saat ini pun tdak ada negara yang mengklaim drone bawah laut yang ditemukan di perairan Indonesia itu. “Sehingga nanti akan kita laporkan melalui Kemlu untuk penemuan ini,” tambahnya.
TNI AL kata dia akan memperketat pengawasan terhadap kapal riset milik asing yang ada di perairan Indonesia terkait hal ini.
Drone bawah laut yang ditemukan oleh nelayan kata dia terbuat dari alumunium dengan dua sayap berukuran 50 sentimeter dan panjang bodi 225 sentimeter.
“Kemudian terdapat instrumen mirip kamera di body dan memiliki panjang antena 93 sentimeter,” kata Yudo.
Sebelumnya diberitakan hidayatullah.com, seorang nelayan menemukan sebuah kapal selam tak berawak China di perairan yang dianggap penting secara strategis di dekat Australia. Gambar-gambar yang diterbitkan media lokal memperlihatkan petugas TNI berpose dengan kendaraan bawah air tak berawak (UUV) itu, yang ditemukan tepat sebelum tanggal 25 Desember di Pulau Selayar di Sulawesi Selatan.
UUV ditemukan dari air oleh nelayan setempat pada 20 Desember, tetapi baru dilaporkan ke pihak berwenang enam hari kemudian. Para pakar keamanan mengatakan drone pengintai berteknologi tinggi itu dikenal sebagai glider dan mengandalkan propulsi daya apung variabel.
Malcolm Davis dari Institut Kebijakan Strategis Australia mengatakan penemuan itu patut diperhatikan karena UUV disita di rute maritim penting yang menghubungkan Laut Cina Selatan ke kota paling utara Australia, Darwin.
“Itu memang mengirimkan sinyal bahwa angkatan laut China sedang bersiap untuk mengerahkan kapal selam lebih dekat ke pendekatan maritim kami di utara Darwin dan kami harus siap menghadapi prospek aktivitas kapal selam yang jauh lebih dekat ke pantai utara Australia daripada yang telah kami alami di masa lalu,” kata Dr Davis. “Mereka perlu memahami oseanografi dan sifat batimetri wilayah itu, jadi itulah alasan penempatan glider itu,” tambahnya.*