Hidayatullah.com- Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman mengatakan, jaminan produk halal (JPH) menjadi modalitas potensial untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Saat ini, kata Ardiansyah, industri halal sudah banyak dilirik oleh banyak negara.
“Bukan hanya negara Islam, negara seperti Jepang, Korea, dan sebagainya juga sudah melirik peluang industri halal. Indonesia harus bersegera untuk menangkap pasar ini,” ujarnya di Jakarta.
Terkait itu, BPKN sangat mendorong JPH, yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), bisa segera teraplikasikan.
Dalam mempercepat proses pemberian JPH, BPKN mendorong terbentuknya Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) baru.
“BPKN melihat, hingga saat ini penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal belum optimal. Dari sisi konsumen, kami sangat mendorong program JPH ini dapat segera terlaksana. Salah satunya dengan memperbanyak LPH-LPH,” katanya saat beraudiensi dengan Menteri Agama Fachrul Razi di Kantor Kementerian Agama (12/02/2020) kutip website resmi Kemenag.
Menag Fachrul menyambut baik usulan BPKN. Kemenag lewat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mendorong terbentuknya LPH-LPH baru.
Menurutnya sejumlah langkah telah ditempuh untuk mempercepat terbentuknya LPH dan pelaksanaan JPH yang lebih optimal. Mulai dari melatih auditor halal, hingga membangun kerja sama dengan perguruan tinggi maupun ormas Islam, serta berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Terakhir, kami juga memasukkan jaminan produk halal ini dalam Omnibus Law,” ujar Menag didampingi Kepala BPJPH Sukoso.
Menag menilai, dengan adanya Omnibus Law, akan memberikan kemudahan terhadap masyarakat dalam memperoleh JPH.
“Prinsipnya, keberadaan Omnibus Law harus memudahkan. Kami juga akan menjemput bola kepada pelaku usaha kecil dan mikro agar mereka dapat memperoleh sertifikat JPH,” sebutnya, seraya mengatakan bahwa pihaknya akan menunggu perkembangan pembahasan Omnibus Law di DPR RI.
Anggota BPKN Arief Safari menambahkan, saat ini terdapat kurang lebih 1,6 juta pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang perlu dilayani untuk memiliki JPH.
Dari jumlah jutaan itu, katanya, baru sekitar 60 ribuan usaha kecil dan menengah yang dapat dilayani LPPOM MUI dalam kurun waktu puluhan tahun belakangan.
“Tidak mungkin jumlah yang jutaan itu kemudian ditangani sendiri. Maka kami merekomendasikan penambahan LPH,” ujar Arief.*