Hidayatullah.com– Kondisi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, hingga saat ini masih begitu memprihatinkan. Diketahui, sebuah kampung di sini “hilang” saat terjadinya gempa berkekuatan 7,4 SR pada Jumat (28/09/2018).
Salah seorang warga Petobo yang juga saksi mata kejadian tersebut, Muhajir, 45 tahun, mengatakan situasi di Petobo saat ini seperti kota mati. Kondisi kampung tak jelas lagi bentuknya, secara geografis sudah berubah tata letaknya. Listrik pun padam.
Hingga saat ini katanya belum ada bantuan baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga kemanusiaan swasta.
“Sampai hari keempat belum ada (bantuan),” ujarnya kepada hidayatullah.com, Selasa (02/10/2018).
Ia berharap pemerintah dan para relawan serta lembaga kemanusiaan untuk segera memberi bantuan ke kampung tersebut.
Apa yang paling dibutuhkan?
“Semua,” ungkapnya, seraya menyebut berbagai kebutuhan pangan, sandang, papan, dan sebagainya.
Selain itu, banyak warga yang belum ditemukan.
Ia mengatakan warga setempat terpaksa mengungsi ke lokasi yang lebih tinggi, berhamburan membuat tenda-tenda.
Hingga Selasa pagi tadi belum ada relawan yang datang. “Ini baru Bang Hanif saja,” ujarnya menyebut nama salah seorang relawan Tim Aksi Siaga Kemanusiaan (TASK) Hidayatullah yang juga anggota SAR Hidayatullah.
Melihat kondisi kampung yang “hilang” itu, Muhajir pesimistis apakah kampung itu bisa dikembalikan seperti semula.
Baca: ‘Kampung Hilang’ di Petobo Palu, Diperkirakan Rumah Tenggelam
“Ini enda tahu mau jadi kampung lagi atau bagaimana,” ungkapnya. Sepanjang mata memandang katanya yang terlihat hanya puing-puing dan tanah-tanah yang seperti habis digusur.
Ia menaksir, melihat kerusakan yang ada, tidak cukup jika dikerahkan 20-an alat berat untuk segera membereskan keadaan.
Ia menuturkan, kejadian “hilangnya” kampung itu sangat cepat. “5 detik,” tuturnya. Media ini berhasil mewawancarai saksi mata tersebut lewat relawan SAR Hanif.
Hanif yang menyaksikan langsung bagaimana kondisi Petobo mengkonfirmasi “hilangnya” kampung tersebut.
“Wilayah Petobo 75 persen hancur rata serta korban belum terevakuasi,” ungkapnya langsung dari Petobo, Selasa pagi kepada hidayatullah.com.
Muhajir mengaku tidak bisa menceritakan detail kejadian tersebut karena begitu cepatnya. “Enda bisa dijelaskan persisnya bagaimana karena terlalu singkat, Pak, lima detik saja kejadian,” tuturnya.
Namun ia masih ingat, sebelum kejadian itu, ia sedang duduk-duduk di rumahnya. Tiba-tiba gempa keras mengguncang kawasan tersebut. Ia pun melihat dengan kepala mata sendiri, sebuah pemandangan mencengangkan di kampung yang berjarak sekitar 15 meter di depannya.
“Tanahnya pecah, airnya keluar, lokasinya pindah ke bawah, tenggelam,” tuturnya.
Kemudian tanah terbalik, bagian yang di atas tanah berpindah ke bawah, dan yang dibawah pindah ke atas. Lokasi itu pun, tuturnya, bergeser cukup jauh dari posisi semula. Dan posisi kampung ini digantikan oleh bidang tanah lain yang entah dari mana.
Kondisi bekas kampung itu kini dilihatnya seperti bekas tanah penggusuran atau bekas tambang. Yang tampak sisa-sisa bangunan seperti atap rumah dan puing-puing lainnya.
Menurut Muhajir, sebelum kejadian, di kampung tersebut dihuni sekitar 8.000 jiwa, mulai dari anak-anak, kaum wanita, hingga orang dewasa dan orangtua. “Semua,” ujarnya.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, ada sekitar 744 unit rumah di Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, yang tertimbun lumpur akibat gempa bumi, Jumat.*
Baca: Pesantren Kena Gempa dan Tsunami, Santri-Ustadznya Selamat