Hidayatullah.com — Peningkatan tajam penularan virus corona di Jalur Gaza telah mencapai “tahap bencana”, dengan sistem kesehatan wilayah Palestina yang diblokade itu kemungkinan akan segera kolaps, pejabat kesehatan memperingatkan seperti dilansir Al Jazeera pada Senin (23/11/2020).
Covid-19 menyebar secara eksponensial di Gaza – salah satu tempat terpadat di dunia – terutama di kamp-kamp pengungsian, dan kementerian kesehatan telah memperingatkan implikasi “bencana”.
Dr Fathi Abuwarda, penasihat menteri kesehatan, mengatakan kepada Al Jazeera, lonjakan infeksi baru-baru ini dapat segera menjadi tidak terkendali, dengan ratusan orang tertular virus setiap hari dan tidak ada tempat untuk merawat mereka.
“Kami telah memasuki tahap bencana dan jika kami terus seperti ini, sistem pelayanan kesehatan akan runtuh,” kata Abuwarda. “Solusi terbaik adalah penguncian penuh selama 14 hari, yang akan memungkinkan tim medis untuk mengendalikan dan memerangi virus, dengan hanya toko yang menyediakan persediaan makanan tetap buka.”
Abuwarda mengatakan kementerian kesehatan telah mempersiapkan Rumah Sakit Eropa Gaza untuk merawat pasien Covid-19, tetapi kapasitas rumah sakit itu tidak mencukupi, dengan 300 dari 360 tempat tidurnya sudah terisi.
“Di Jalur Gaza, ada sekitar 500 tempat tidur [rumah sakit] yang tersebar di daerah itu…. Tetapi mengingat sekitar 5.000 warga Palestina tinggal di setiap kilometer persegi di Gaza, rumah sakit ini tidak dapat menampung semua kasus, “katanya.
Kurangnya alat penguji virus corona dan alat pelindung diri (APD) juga memperumit perjuangan Gaza melawan pandemi, karena Zionis ‘Israel’ terus memberlakukan pembatasan pada pasokan medis yang mencapai Gaza.
Gaza telah berada di bawah blokade darat, udara, dan laut yang ketat selama lebih dari 13 tahun oleh ‘Israel’ dan Mesir, memisahkannya dari seluruh dunia. Harapan awal bahwa isolasi Gaza akan menghindarkannya dari pandemi pupus karena wilayah pesisir yang padat penduduknya berada di bawah ancaman parah dengan sistem perawatan kesehatan yang bobrok yang tidak mampu menangani gelombang pasien corona.
Pada 24 Agustus lalu, hanya empat warga Palestina yang dilaporkan terinfeksi virus di Jalur Gaza. Hingga Senin, 14.768 orang telah tertular Covid-19, dengan 65 kematian. Jumlah kasus kritis mencapai 79.
‘Bencana yang akan segera terjadi’
Para pejabat mengatakan blokade ‘Israel’ atas Gaza adalah hukuman mati bagi pasien Covid-19 Gaza.
“Jalur Gaza kekurangan mesin penghasil oksigen, ventilator, alat pelindung diri, dan bahan kebersihan.
“Tiga puluh dua persen obat dasar dan 62 persen obat dan bahan untuk laboratorium medis tidak tersedia.”
Mantan menteri kesehatan itu meminta komunitas internasional dan badan-badan bantuan untuk segera turun tangan guna menghentikan “bencana yang akan segera terjadi”, menyebut ‘Israel’ membatasi masuknya pasokan medis dengan “dalih keamanan”.
“Kepemimpinan Hamas tidak akan menerima kematian rakyat Palestina baik karena kelaparan atau membiarkan mereka mati karena pandemi,” kata Naim. “Kami meminta komunitas internasional untuk memberi kami sumber daya keuangan yang diperlukan untuk membeli semua barang yang diperlukan untuk memerangi virus.”
Salama Marouf, kepala kantor informasi pemerintah, menegaskan perlunya membawa ventilator ke Gaza. Dia menambahkan bahwa “semua tindakan sedang dibahas sekarang, termasuk penguncian penuh” untuk mengendalikan infeksi.
Para pejabat mengatakan meskipun ada mediasi Mesir, ‘Israel’ masih menolak untuk mengizinkan ventilator ke Gaza, membuat pemberian izin itu tergantung pada kembalinya jasad tentara Zionis yang disimpan oleh Hamas sejak perang Israel di Gaza pada 2014.
Jalur Gaza – daerah pesisir sepanjang 100 km (45 mil) yang menjadi rumah bagi lebih dari 2,1 juta orang Palestina – adalah salah satu wilayah terakhir yang dilanda Covid-19 di seluruh dunia.
Tetapi banyak orang di sini mengabaikan nasihat untuk memakai masker, mengadakan pesta pernikahan besar-besaran dan protes terhadap pendudukan Israel, dan terus bersosialisasi di pertemuan massal.
Abuwarda menyoroti “kurangnya komitmen” di antara rakyat Palestina dalam hal mengenakan masker, menjaga jarak sosial, dan mempraktikkan kebersihan yang layak. “Kita harus mengandalkan kesadaran masyarakat untuk menghentikan penyebaran virus,” katanya.*