Hidayatullah.com – Sekelompok pemukim ilegal Yahudi telah mencuri lebih dari 200 ekor domba milik warga Palestina di desa Ein Al-Auja, sebelah timur laut Yerikho, menurut laporan kantor berita Wafa pada Rabu (14/08/2024).
Pengawas Organisasi Al-Baidar untuk Membela Hak-Hak Orang Badui, Hasan Mleihat, mengatakan bahwa para pemukim ilegal dari pos-pos terdekat menargetkan kawanan domba milik warga setempat.
Ia menambahkan bahwa komunitas Badui di Palestina terjajah merupakan salah satu yang terbesar di Tepi Barat dan sering menjadi target serangan dan pelanggaran oleh tentara Israel dan pemukim Yahudi.
Menurut Wafa, serangan-serangan itu termasuk serangan fisik terhadap warga, penghancuran rumah dan penyitaan tanah, perusakan tanaman, penyitaan properti, penyergapan di malam hari untuk meneror warga dan mencegah para penggembala mengakses padang rumput.
Menyusul serangan terhadap Ein Al-Auja pada bulan Juni, para pemukim Yahudi menyerbu rumah-rumah dan kandang ternak sebelum mencuri sepuluh ekor domba, jelas Mleihat. Ia menambahkan bahwa para pemukim juga “menyerang warga dan melepaskan tembakan.”
Provokasi terhadap warga Palestina meningkat baru-baru ini, bertepatan dengan menjamurnya pos-pos penjajah di daerah barat laut Yerikho.
Dia mencatat bahwa otoritas pendudukan dan pemukim mengeksploitasi perang di Gaza untuk melakukan operasi pemindahan kolektif terbesar terhadap komunitas Badui di Tepi Barat yang diduduki
Entitas Zionis ‘Israel’ telah secara ilegal menyita sekitar 27.000 hektar tanah di Tepi Barat yang diduduki dan mengusir 25 komunitas Palestina dari tanahnya sejak dimulainya perang di Gaza Oktober lalu.
Sistem perampasan tanah oleh entitas apartheid Israel telah berlangsung selama beberapa dekade, sebuah badan pemerintah Palestina melaporkan pada awal tahun ini.
Seperti ratusan kota dan desa Palestina lainnya di Tepi Barat, desa Ein Al-Auja terletak di “Area C” menurut Perjanjian Oslo, sehingga berada di bawah kendali militer dan administratif Israel secara penuh.
Semua pemukiman ‘Israel’ dan para pemukim yang tinggal di dalamnya adalah ilegal menurut hukum internasional.*