Sambungan artikel PERTAMA
SOLTAN ditangkap di rumahnya 11 hari kemudian. Ayahnya, Salah Sultan, juga ikut ditangkap.
Tetapi, hal yang tak bisa ia lupakan adalah bagaimana dunia sudah lupa hal ini terjadi.
Pemukulan dan Penyiksaan
Soltan melanjutkan pembicaraannya, dipukuli dengan pentungan, cambuk, dan belakang ikat pinggang dan penyiksaan yang tak ada hentinya bagi siapa saja untuk sanggup bertahan.
Ia ditahan selama lebih dari satu tahun tanpa pengadilan. Ia lalu melanjutkan mogok makan. Kisahnya, dicatat dalam sebuah surat yang kemudian diselundupkan keluar dari penjara dan dipublikasikan oleh keluarganya.
“Saya telah kehilangan rasa lapar, saya sering kehilangan kesadaran, saya bangun untuk memar dan mulut berdarah hampir setiap hari,” tulisnya dalam surat Bulan November 2014 lalu. “Tubuh saya telah menjadi mati rasa karena menggerogoti diri sendiri.
“Ada sebuah ironi yang pahit di sana, Saya masuk penjara karena siapa ayah saya dan saya keluar lalu ayah saya ditarget karena saya bersikap terang-terangan.”
Ia mengaku, aksi mogok makan sebagai alat perlawanan tanpa kekerasan. Ia tak pernah berpikir akan keluar dari penjara hidup-hidup, tapi mengingat bahwa begitu banyak orang yang telah membayar harga yang tinggi untuk kebebasan.
“Hidupku tak bernilai lagi dibandingkan dengan mereka.”
Ayah sahabat terbaik saya
Ayahnya, Salah Soltan, memangku jabatan bagian administrasi di era Presiden Mohammad Mursy yang dijatuhi hukuman mati.
Ia mengatakan, ayahnya menjadi sahabat terbaiknya di penjara dan menyelamatkan hidupnya 10 kali. Energi positif ayahnya-lah yang berhasil menjaga senyuman di wajahnya, melewati segala lara.
“Dunia menjadi buta terhadap apa yang terjadi di Mesir.”
Soltan juga berbicara mengenai hak istimewa yang didapat dari dua kewarganegaraan Mesir-Amerika.
“Saya memiliki keuntungan karena memiliki beberapa pengawas dubes AS. Dubes bisa berkunjung setiap bulan dan saya akan memberitahukan mereka semua yang telah saya lewati; jadi Anda hanya bisa mulai membayangkan 40.000 tahanan politik, yang tak memiliki pengawas, tidak juga pendukung. Pemerintah mereka sendiri yang membunuh mereka secara perlahan. Hal itu terus bersama saya setiap hari tapi ia juga memotivasi saya untuk terus maju, untuk terus memberi mereka suara.Untuk membiarkan dunia tahu apa yang terjadi di dalam penjara-penjara ini dan penderitaan apa yang sedang mereka pikul, yang mana tak seorangpun manusia harus bertahan (darinya).”
Harapan, meski berada di dalam neraka
Terlepas dari semuanya – penyiksaan, pemukulan, aksi mogok makan, seorang ayah yang dijatuhi hukuman mati – harapan Soltan senantiasa bersinar. Namun, ia mengingatkan kita bahwa harapan membutuhkan cahaya, aksi penyadaran dan tekanan masyarakat untuk bertahan hidup. Ia menyerukan untuk aksi yang lebih banyak dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas apa yang terjadi di penjara-penjara Mesir. Kesadaran yang akan menjadi bola salju yang akan menekan pemerintah untuk segera mengambil tindakan.
Pelajaran utama dari kisahnya, ‘perlawanan tanpa kekerasan manjur, ujarnya. Tapi semua orang harus melakukan bagiannya.
“Jadi kami yang berada di luar telah mendapat tanggung jawab yang lebih besar,” ujarnya.*