MASIH ingat aksi jalan kaki santri peserta Aksi Bela Islam III dari Ciamis menuju Jakarta pada 2016 lalu? Aksi serupa ternyata juga terjadi pada tahun ini meski agak beda.
Peristiwa dua tahun lalu, Aksi 212, benar-benar menyimpan memori yang cukup kuat bagi para peserta aksi.
Satu kejadian yang menjadi perhatian dunia saat itu. Semangat itu tidak berhenti sampai di sana, tapi terus dijaga walaupun sudah berlalu dua tahun.
Ahad kemarin bertepatan pada tanggal 2 Desember 2018, mujahid 212 kembali mengingat dan mengenang seluruh rangkaian peristiwa bersejarah itu.
Bertempat di lokasi yang sama, Monumen Nasional (Monas), Jakarta, diperkirakan 7 juta umat Islam hadir kembali memperingati sejarah yang begitu bernilai bagi kaum Muslimin dan bangsa Indonesia.
Di antara mereka hadir seorang peserta bernama Heri Triantono, pria paruh baya berusia 67 tahun, yang berjuang agar bisa hadir di Reuni 212.
“Pokoknya saya tidak mau absen dari 212, karena acara Aksi Bela Islam itu saya memang nda pernah absen,” jelas Heri yang mengaku turut hadir di setiap Aksi Bela Islam hingga berjilid-jilid.
Menariknya, Heri mengaku berangkat ke Jakarta dengan berjalan. Dari mana? Bandung, Jawa Barat! Sebenarnya rencana awal ia dan rombongannya akan naik bis, namun ada kendala.
“Kemarin kita udah pesan bis, lalu hari Kamis (29/11/2018) dibatalkan, terus kita dapat lagi bis hari Jumat, tapi saya tidak yakin jangan-jangan di-PHP. Pas hari H, dibatalkan sama dia. Saya udah tidak punya waktu untuk berangkat,” tuturnya ditemui koresponden hidayatullah.com di belakang panggung Reuni 212, Ahad (02/12/2018).
“Akhirnya saya putuskan berangkat di hari Jumat pukul 09.00 WIB pagi dengan berjalan kaki sendirian. Maka saya putuskan dengan istri saya, hari ini saya harus berangkat. Istri saya khawatir dengan saya. Saya bahkan tidak akan mungkin kuat sampai di sini karena kaki saya juga enggak benar. Ini pecah tempurungnya,” kisahnya sembari menunjukkan bekas luka jahit di lututnya.
“Saya berangkat dari Padalarang, nama kampung saya Sasaksaat Bandung Barat. 15 kilometer dari arah Purwakarta. Kalau dari kampung ke Padalarang mungkin cuma 15 menit kalau jalannya lancar,” tambahnya.
Baca: Kisah Perjuangan Joko Menyediakan Live Streaming Reuni 212
Ketika ditanya, berapa lama menempuh perjalanan hingga sampai di Jakarta. “Nah itu yang enggak saya percaya. Sampai sini (Jakarta) Sabtu (01/12/2018) jam 00.50 WIB.” Maksudnya Ahad dini hari dong? “Iya,” jawabnya.
“Itu terlalu cepat buat saya, memang saya ada naik angkot ketika gerimis di Karawang Timur ke Karawang Barat, itu gerimis. Dan ternyata sampai di Tanjung Purang di situ udah tidak gerimis, saya turun jalan lagi. Nah saya tidak percaya, maksud saya ya invalidlah kok bisa jalan secepat itu,” kenangnya.
Ia mengaku dalam perjalanan tidak ada target waktu untuk sampai di Jakarta.
“Tidak ada terget, saya mau santai aja karena yang penting, itu kan masih Jumat sampainya hari Sabtu pun saya masih bisa istirahat. Cepat sekali kenapa?” Tanyanya pada diri sendiri seakan heran.
“Saya telepon ustadz saya; ‘Ustadz, ini saya udah sampai Jakarta tapi saya tidak percaya ini’. Ustadz saya nanya, “Apa yang bapak lakukan?’, itu dia. Ternyata saya wirid sepanjang jalan, ‘Laa ilaha illallah’ saya ulang terus menerus.”
“Padahal di sana itu jalannya lekak lekok naik turun gitu. Kalau kilometer 1 sampai 5 pertama itu jalannya setapak-setapak karena berat. Napas saya juga, umur begini taulah. Tapi setelah kilometer lima saya ringan luar biasa,” akunya.
Baca: Reuni yang Bikin Meriang
Sebenarnya, menurut pengakuan Heri, ia punya kendaraan memadai untuk dipakai ke Jakarta.
“Saya punya mobil tapi platnya ganjil, jadi saya enggak bawa, Ini juga petunjuk Allah, saya dibuat lupa itu bahwa saya disuruh untuk jalan sepertinya,” ungkapnya, ketika ia tahu kalau hari libur, ganjil genap tidak berlaku.
Lalu bekal apa yang dibawa dari Bandung untuk perjalanan. “Pisang tiga sama air putih sebotol, pakaian untuk gantilah seharian,” jawabnya santai.
Heri mengaku sepanjang perjalanan itu tidak bertemu rombongan yang berjalan kaki untuk ikut Reuni 212. “Tapi yang nyapa banyak,” jawabnya lagi. “Saya pakai bendera ‘OTW 212’,” ungkapnya sambil tertawa.
“Tas saya jebol yang ini dikasih,” serunya. “Sepatuku juga jebol dan diganti ini, coba lihat mana mungkin orang setua saya pakai sapatu begini,” candanya memperlihatkan sepatu ketsnya.* Azim Arrasyid/Hidayatullah.com