Hidayatullah.com | TAK henti-henti Ustadz Sulaiman mengucapkan takbir, tahlil, hingga syahadat. Tubuhnya terguncang-guncang hebat, perahu yang ditumpanginya berkali-kali nyaris terbalik.
Perahu kayu itu meninggalkan Dobo, ibukota Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, menuju laut lepas. Gelombang tinggi diiringi angin kencang langsung menyambutnya. Para penumpang berulang kali mengusap wajahnya karena terciprat air laut, sembari was-was berharap agar selamat hingga tujuan.
Hampir delapan jam perahu itu membelah lautan, hingga akhirnya tiba di Dusun Jerukin, Desa Maekor, Kecamatan Aru Tengah. Sulaiman pun mengucapkan syukur Alhamdulillah, karena bisa sampai dengan selamat di daerah penugasan dakwah.
Dakwah di Lautan
Medan dakwah di Kepulauan Aru sungguh menantang. Daerah yang pemandangannya indah ini memiliki kurang lebih 130 pulau, dan itu belum terhitung pulau-pulau kecil. Karena terletak di tengah lautan nan luas, maka ombaknya selalu ganas dan anginnya senantiasa kencang.
Butuh keberanian dan mental yang kuat agar bisa bertahan di tempat ini, termasuk bagi Sulaiman. Sebagai seorang da’i yang sebelumnya banyak berkiprah di daerah daratan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, ia dituntut untuk beradaptasi agar bisa tetap bertahan di medan dakwah yang kondisi alamnya berbeda.
“Selain faktor alam, tantangan lainnya datang dari masyarakat setempat. Kebanyakan mereka adalah nelayan. Ketika balik dari melaut, mereka kelelahan sehingga susah sekali untuk mengerjakan shalat,” ujar pria asal Bone, Sulawesi Selatan itu.
Hal tersebut membuat Sulaiman harus memutar otak, mencari cara-cara santun agar mudah mengajak mereka shalat. Pengalaman sebelumnya berdakwah di daerah Maluku daratan, sedikit banyak lumayan membantunya memahami karakteristik masyarakat.
“Yang penting adalah bagaimana agar masyarakat tidak memusuhi kita, senang dengan kita. Salah satu caranya, kita mesti mengikuti kebiasaan-kebiasaan mereka, berbaur dengan mereka, tentu yang tidak melanggar syariat. Ketika kita sudah dipercaya, maka akan mudah melakukan langkah dakwah selanjutnya,” jelasnya.
Masalah berikutnya, kebanyakan masyarakat Maekor menghabiskan waktunya di tengah laut. Sementara pria kelahiran 03 Juli 1983 ini biasanya bercocok tanam di daerah lain. Lokasinya berbeda.
Sulaiman berpikir, jika ingin memulai pendekatan, maka jalan terbaik yang harus ditempuh adalah harus ikut melaut. Padahal ya itu tadi, lautannya tak pernah tenang.
Apa boleh buat. Sulaiman menutuskan untuk ikut melaut. Tantangan apapun harus berusaha ditaklukkan, demi dakwah.
Ia segera membeli peralatan untuk menangkap ikan. Suatu pagi, ia memberanikan diri bergabung dengan perahu nelayan kemudian ikut berlayar ke tengah laut.
Ketika sudah sampai ke lokasi yang dirasa pas, maka perahu dimatikan. Kemudian mereka mengeluarkan beberapa alat pancing sederhana, memasang umpan, dan melempar kailnya ke laut.
Awalnya, Sulaiman seperti mabuk laut. Jika perahu goyang diterpa ombak, maka muncul rasa takut. Maklum, belum terbiasa. Para nelayan pun tertawa-tawa.
Namun suasana pagi menjelang siang seperti itu kian mencair. Para nelayan saling bercerita dan bersenda gurau dengan Sulaiman, sambil menunggu hasil pancingan.
Terbukalah pintu dakwah itu. Sulaiman segera mengeluarkan jurus-jurusnya sebagai da’i. Kegiatan ini dilakukan terus-menerus, berganti-ganti perahu dari satu kelompok nelayan ke kelompok lainnya. Lambat laun, ia semakin dekat dengan mereka.
Dakwah dari perahu ke perahu ini telah berjalan sekitar dua tahun. Kini masyarakat Dusun Jerukin mulai tergugah untuk menjalani tuntunan syariah. Misalnya, meski tetap sibuk dengan kegiatan melaut, mereka tetap berusaha menjaga shalat, berpuasa, ikut pengajian, dan kegiatan keislaman lainnya.
Membangun Pesantren
Sekian lama berdakwah di Kepulauan Aru, Sulaiman ingin agar aktivitasnya semakin terarah. Dicarilah lokasi untuk markas dakwah atau pesantren, dan akhirnya ketemu di daerah Dobo.
“Alhamdullilah, kami sudah mendapatkan lokasi seluas satu hektar. Sekarang kami sekeluarga mulai merintis pesantren di Dobo yang nantinya kami persiapkan untuk mendidik anak-anak di kepulauan ini,” terang alumnus Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan ini.
Kini sehari-hari suami dari Sitti Najmah itu tengah menata dan mengolah lahan tersebut untuk mewujudkan pesantren yang dicita-citakan.
“Kalau dilihat tidak enaknya, ya tidak mau kita dakwah. Tapi ini kan demi menolong agama Allah. Apalagi kita ini kan tidak punya apa-apa yang bisa dipersembahkan di jalan Allah, maka dakwah inilah jalan kemuliaan. Karena dengan dakwah di Dobo, syiar dan pendidikan Islam anak-anak di pulau terluar Maluku ini dapat kita persembahkan,” tekadnya.
“Kalau dilihat sekarang, rasanya masih jauh kalau mau cerita bangun pesantren. Tapi asal ditekuni, silaturrahim, insya’ Allah akan ada saja cara Allah membantu kami mewujudkan niat ini. Biarlah sekarang kami lakukan yang bisa dilakukan, nanti akan tegak juga pesantren di sini, insya’ Allah.”
Selain akan dibangun lembaga pendidikan formal, nantinya di lokasi itu juga akan dilakukan pengkaderan da’i. Nantinya anak-anak pulau akan diajak berdakwah keliling daerah kepulauan. Harapannya, para kader dakwah itulah nantinya yang akan membangkitkan indahnya Islam di kawasan Aru.
Sulaiman berharap agar di lokasi itu nantinya bisa dibangun masjid, gedung sekolah, hingga infrastruktur penunjang lainnya. Tentu juga membutuhkan perahu yang layak agar lebih memudahkan dakwahnya dari pulau ke pulau.
Untuk mewujudkan cita-cita itu, tentu saja butuh doa, kerja ekstra, hingga dukungan secara material. Anda berminat investasi akhirat di sana?* Sirajuddin Muslim, dikutip dari majalah Suara Hidayatullah