Hidayatullah.com—Dikelilingi pagar berduri yang dialiri listrik, tanaman-tanaman ganja tumbuh subur di bawah terik matahari di sebuah lahan pertanian di daerah pegunungan di dekat Rio de Janeiro, Brazil.
Meskipun demikian, pertanian ini tidak ada hubungannya dengan penyelundupan narkoba. Lahan ganja tersebut adalah milik sebuah LSM yang memproduksi kanabis medis untuk pasien penderita kejang.
Margarete Brito, seorang pengacara, pertama kali menanam ganja beberapa tahun lalu untuk meringankan kejang yang dialami putrinya Sofia, yang sekarang berusia 12 tahun, yang menderita epilepsi.
Setelah melihat kondisinya membaik, Brito memutuskan untuk membantu pasien lain. Oleh karena itu dia mendirikan Medical Cannabis Research and Patient Support Association, atau Apepi, yang memproduksi minyak tetapi artisanal yang dibuat dari kanabis untuk pasien dengan kondisi seperti putrinya.
Usaha itu membutuhkan banyak tenaga, sebab penanaman ganja masih tetap ilegal menurut undang-undang di Brazil.
“Apabila kami mengikuti hukum yang berlaku, tidak ada yang memberikan kami wewenang untuk melakukannya,” kata Brito kepada AFP (24/9/2021).
Namun, dia dan suaminya, Marcos Langenbach, berhasil memperoleh otorisasi dari pengadilan – yang belum pernah terjadi sebelumnya – untuk membudidayakan ganja untuk keperluan medis pada 2016.
Sekarang, pertanian mereka – yang jauhnya sekitar dua jam perjalanan dengan mobil dari ibukota Brazil – sudah memiliki 2.000 pohon untuk membantu para penderita autisme parah, multiple sclerosis dan epilepsi.
Meskipun di awal usahanya mendapatkan pandangan curiga dan penolakan dari sebagian pihak, Brito mengatakan akhirnya kerja keras mereka memperoleh dukungan di Brazil.
“Kami punya legitimasi sosial yang nyata. Itu yang melindungi kami,” kata Brito.
Orang masih curiga
Dalam kunjungan belum kami ini ke pertanian itu, yang dilindungi pagar listrik dan kawat berduri, agricultural engineer Diogo Fonseca berjalan di antara barisan pohon mariyuana yang ditanam di pot-pot besar berwarna hitam dan diberi label nama sesuai varietasnya: Purple Wreck, Schanti, Doctor, Harle Tsu, Solar, CBG.
Tanaman-tanaman itu dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan individu masing-masing pasien, tergantung apakah mereka membutuhkan dosis cannabidiol (CBD) tinggi atau rendah. CBD merupakan zat non-psikotropika yang memiliki efek relaksasi.
Dengan menggunakan mikroskop saku, Fonseca menilai setiap tanaman untuk menentukan kapan waktu ideal untuk memetik daunnya.
Bulan April, polisi bersenjat bersama anjing-anjing pelacak menggerebek pertanian itu, setelah seseorang yang pernah bekerja merenovasi ruan laboratorium melaporkan Apepi ke pihak berwenang.
“Banyak orang yang berprasangka,” kata Brito.
“Kami jelaskan bagaimana proyek kami bekerja untuk semua orang, tetapi orang ini berkeyakinan bahwa kami adalah penyelundup narkoba dan lantas melaporkan kami,” kata Manoel Caetano, manajer pertanian itu.
Polisi akhirnya menyadari bahwa pertanian itu merupakan tempat budidaya ganja medis. Mereka kemudian meminta maaf lalu pergi, papar Brito.
Lebih Mudah Diakses
Apepi sudah menjalin kemitraan dengan institusi-institusi sains terpandang, seperti Fiocruz Foundation dan University of Campinas. Panennya sudah meningkat lima kali lipat dalam kurun dua tahun terakhir dan sekarang memiliki 1.500 anggota.
Salah satu anggotanya adalah Gabriel Guerra, 19, penderita autisme parah dan cerebral palsy. Saat berusia delapan tahun, pemuda itu mengalami kejang 60 kali sehari.
“Namun, setelah dia mulai menggunakan minyak yang disesuaikan dengan kebutuhannya – beberapa tetes tiga kali sehari – serangan itu berhenti. Dia mulai bisa mandiri, berusaha berkomunikasi,” papar ayahnya Ricardo Guerra.
Berkat Apepi minyak ganja semakin mudah diakses dengan harga lebih terjangkau oleh pasien di Brazil, yaitu 150 reais ($28) untuk satu botol ukuran 30 ml. Sementara produk impor di Brazil dijual beragam mulai dari 600 to 3.000 reais ($113 sampai $565).
Apepi sekarang sedang menunggu keputusan pengadilan yang diharapkan akan memberikan izin kenaikan produksi sampai 10.000 pohon mulai tahun depan.
Akan tetapi, Apepi tidak terlalu optimistis akan prospek legalisasi kanabis medis dalam waktu dekat di Brazil. Pasalnya, Presiden Jair Bolsonaro sudah mengisyaratkan akan memveto RUU ganja yang sedang diperdebatkan di Kongres saat ini.*