Hidayatullah.com | ALAMAT bisa berarti tanda atau isyarat. Bisa berarti tempat pulang. Sebagai panduan untuk kembali ke tempat asalnya. Demikianlah ilmu yang menyertai kehidupan. Ia bsia berfungsi sebagai pengingat manusia. Kalau-kalau ada yang luput dalam perjalanan atau terjbak di satu tempat dan kesibukan. Maka fungsi ilmu untuk mengembalikan mereka kepada asal muasalnya. Setidaknya dengan mengingatkan mereka tentang arah tujuan yang benar.
Maka berbagai peristiwa yang datang silih berganti bukan lagi sesuatu yang menyilaukan dan membutakan mata manusia. Demikianlah, bisa dikata, sejauh perjalanan hidup maka sepanjang itu pula kisah yang menyertainya. Ada tangis dan tawa yang menyertai. Ada sedih ada bahagia. Ada sakit ada sehat. Ada terkubur mati dan ada yang bertahan hidup. Itulah warna-warni kehidupan dunia. Terpenting lagi, orang beriman punya alamat dan peta yang jelas dari perjalanan ini.
Namun orang yang tak punya pegangan, akan bertanya, untuk apa diciptakan semua itu? Tidakkah itu hanya melelahkan dan menyulitkan hidup saja? Bagi manusia yang tak kenal Tuhannya, sudah pasti dia goncang dan stress. Dirinya tak sanggup menghadapi tantangan. Sebab ia cuma siap menikmati dunia saja. Bersenang-senang dan menuruti seluruh keinginan nafsunya semata.
Ketahuilah, kesenangan tanpa batas itu hanya ada di Hari Akhirat. Saat manusia dijamu dengan suka cita oleh pelayan-pelayan dan bidadari surga. Kalaupun tidak sabar lagi menikmatinya, maka katakan padanya. Itu hanya ada di komik dan khayalan saja. Fantasi, mimpi, dan ilusi.
Adapun di dunia, tempatnya manusia bekerja dan berpayah-payah dengan amal perbuatannya. Ibarat altar, serupa panggung raksasa. Seluruh warna kehidupan ditumpah di atasnya. Selanjutnya mari berlomba untuk berbuat dan bersikap terbaik (ahsanu amalan). Indikasinya, siapa yang paling konsisten dan komitmen menjaga ritme hubungannya dengan Penciptanya. Itulah pemenangnya.
Firman Allah:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَآ إِلَىٰٓ أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَٰهُم بِٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Al-An’am [6]: 42)
Bahwa kesengsaraan dan kemelaratan adalah sunnatullah. Sama dengan kebahagiaan dan kemakmuran hidup. Satu bagian tak terpisahkan dari dimensi ruang dan waktu yang melingkupi manusia. Seperti roda pedati, ada masa manusia berada di puncak. Tapi bersiaplah, satu waktu, ia bisa meluncur turun ke bawah. Berada di dasar roda. Harus menanggung beratnya beban kereta. Bahkan siap dan rela diinjak-injak oleh kendaraan itu sendiri.
Untuk apa semua itu? Ayat di atas menyebut, agar mereka tunduk. Taat dan patuh. Biar manusia menyerah dan merendah serendah-rendahnya di hadapan sang Pencipta. Inilah hikmah dari berbagai macam kondisi dan keadaan yang mesti dilewati manusia dalam hidupnya. Supaya manusia tak lagi lalai dalam mengingat dan menyembah Tuhannya. Itulah tujuan hidup dan makna penciptaan manusia sebenarnya.
Pertanyaannya, kenapa ada orang yang sanggup bertahan dan ada pula yang seketika terpuruk menyesali hidupnya? Mengapa ada yang masih saja tersenyum bahagia dalam setiap kondisi sedang ada juga yang tak henti menggerutu bahkan memaki keadaan yang dihadapinya? Kembali kepada ayat di atas, tak lain adalah soal ilmu yang bermanfaat.
Bahwa Allah Maha Bijaksana telah menganugerahi nikmat ilmu kepada manusia. Caranya, dengan mengutus Nabi dan Rasul pilihan, mengajarkan tentang alam semesta, kehidupan manusia, hakikat penciptaan dirinya, serta hak Allah sebagai satu-satunya yang disembah di muka bumi. Namun sayangnya manusia angkuh dan merasa cukup dari segala bentuk nasihat yang diberikan.
Padahal dengan ilmu yang bermanfaat, manusia telah memiliki buku alamat yang jelas. Dia tahu apapun tantangannya selalu ada Allah Yang Maha Menolong. Tempat ia bergantung dan menyerahkan semua urusannya. Manusia tak perlu galau, sebab Islam sudah memberikan panduan sekaligus solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi. Setidaknya dia ingat, untuk kembali menikmati rukuk dan sujud yang telah lama ditinggalnya.* Masykur