Mayoritas ulama mengatakan bahwa Nabi Adam dan Siti Hawa ketika diciptakan Allah, mereka berdua tinggal di Surga yang di dalamnya seluruh fasilitas dan kenikmatan
Hidayatullah.com | KISAH Nabi Adam dan Siti Hawa telah diungkap dalam kitab suci Al-Quran. Kisah ini ditulis dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah: 35.
وَقُلۡنَا يَٰٓـَٔادَمُ ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ وَكُلَا مِنۡهَا رَغَدًا حَيۡثُ شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu Surga ini, dan makanlah makanan makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim.” (QS: Al-Baqarah {2} : 35)
Siti Hawa Tercipta dari Tulang Rusuk
(A) Pada ayat ini Allah menyebut istri Nabi dengan kalimat (زوجك) pasangan/istri Anda. Dalam bahasa al-Qur’an istri atau pasangan lebih sering disebut ( زوج) daripada (زوجة) karena artinya adalah pasangan. Kalau untuk menyebut istri, sering digunakan kata (امرأة ) seperti dalam firman-Nya :
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Dan istrinya (Abu Lahab) pembawa kayu bakar.” (Qs. al-Masad {111} : 4)
Juga tersebut dalam firman-Nya :
وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِي عِندَكَ بَيۡتٗا فِي ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” (QS: at-Tahrim {66} : 11)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالَ مَا خَطۡبُكُنَّ إِذۡ رَٰوَدتُّنَّ يُوسُفَ عَن نَّفۡسِهِۦۚ قُلۡنَ حَٰشَ لِلَّهِ مَا عَلِمۡنَا عَلَيۡهِ مِن سُوٓءٖۚ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡـَٰٔنَ حَصۡحَصَ ٱلۡحَقُّ أَنَا۠ رَٰوَدتُّهُۥ عَن نَّفۡسِهِۦ وَإِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ
“Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka berkata: “Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya”. Berkata isteri al-’Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”.” (QS: Yusuf {12} : 51)
(B) Para ulama menyebutkan ketika Allah menciptakan Nabi Adam dan tinggal di Surga sendiri, beliau merasa kesepian, walaupun di dalam Surga fasilitas sangat lengkap dan sempurna. Hal itu karena manusia adalah makhluk sosial, suka bergaul dengan sesama manusia. Ini sesuai dengan namanya ( الإنسان ) al-Insan, diambil dari kata ( الأنس ) orang yang selalu ingin bersama lainnya.
Oleh karenanya, disebutkan bahwa kebutuhan manusia ada dua, yakni :
Pertama Kebutuhan lahir berupa makanan, minuman, tempat tinggal dan fasilitas lainnya. Kedua, adalah kebutuhan bathin berupa istri, teman, kawan, keluarga, tempat dia mencurahkan hati, teman bercanda dan bersenda gurau.
Nabi Adam di Surga mendapatkan seluruh fasilitas lahir, tetapi tidak mempunyai teman, maka dia merasa kesepian. Ketika Nabi Adam tidur, Allah mengambil darinya tulang rusuk sebelah kiri, dan darinya diciptakan Siti Hawa sebagai istrinya.
Sejak itulah Nabi Adam menjadi tenang, karena mendapat kebutuhannya yang lahir dan batin sekaligus. Penciptaan Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam tersebut di dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS: an-Nisa’ {4} : 1)
Ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS: ar-Rum {30} : 21).
Juga dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَجَعَلَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا لِيَسۡكُنَ إِلَيۡهَاۖ فَلَمَّا تَغَشَّىٰهَا حَمَلَتۡ حَمۡلًا خَفِيفٗا فَمَرَّتۡ بِهِۦۖ فَلَمَّآ أَثۡقَلَت دَّعَوَا ٱللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنۡ ءَاتَيۡتَنَا صَٰلِحٗا لَّنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّٰكِرِينَ
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang shaleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur“.” (QS: al-A’raf {7} : 189)
Tiga ayat di atas dikuatkan dengan Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasullullah ﷺ bersabda :
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تقيمها كسرتها وَكسرهَا طَلاقهَا
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya.” (HR. Muslim)
Dari penjelasan ayat-ayat dan Hadits di atas Para Ulama mengatakan bahwa wanita disebut (الْمَرْأَةُ) “Al-Mar’atu” dalam Bahasa Arab, karena dia diciptakan dari (الْمَرْءُ) “Al-Mar’u” yaitu dari seorang laki-laki, sedangkan Hawa (حَوَاء) disebut Hawa karena diciptakan dari ( حَيٌّ ) orang hidup.
Nabi Adam dan Siti Hawa Tinggal di Surga
Mayoritas ulama mengatakan bahwa Nabi Adam dan Siti Hawa ketika diciptakan Allah, mereka berdua tinggal di Surga yang di dalamnya seluruh fasilitas dan kenikmatan sebagaimana yang disebut dalam al-Qur’an dan yang selama ini dipahami masyarakat umum.
Pandangan mayoritas Ulama tentang Surga Nabi Adam adalah Surga di langit yang didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :
(A) Kata الجنة (Surga) pada ayat tersebut menggunakan (ال) yang menunjukkan sesuatu yang telah diketahui sebelumnya. Intinya Surga Nabi Adam adalah Surga yang sudah dikenal masyarakat selama ini dan yang sering disebut di dalam al-Qur’an dan Hadits. Bukan Surga lain yang belum diketahui orang banyak.
(B) Di dalam Hadist disebutkan bahwa ketika Nabi Musa bertemu dengan Nabi Adam, Nabi Musa berkata: “Wahai Adam andalah yang menyebabkan anak keturunanmu menderita dengan mengeluarkan mereka dari (الجنة ) Surga.” Dan Nabi Adam diam. Ini menunjukkan bahwa Surga yang Nabi Adam di dalamnya adalah Surga yang di langit yang selama ini dikenal.
(C) Apakah di dalam Surga itu orang yang masuk di dalamnya tidak akan keluar lagi selamanya? Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
لَا يَمَسُّهُمۡ فِيهَا نَصَبٞ وَمَا هُم مِّنۡهَا بِمُخۡرَجِينَ
“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.” (QS: al-Hijr {15} : 48).
Maka jawabannya, bahwa orang yang sudah masuk Surga dan dikehendaki Allah untuk tinggal selamanya maka dia tidak keluar darinya. Tetapi bagi yang Allah kehendaki hanya sementara dan diizinkan keluar masuk ke dalam Surga, maka orang tersebut bisa keluar masuk, seperti para Malaikat yang keluar masuk ke dalam Surga sesuai dengan tugasnya.
Begitu juga Nabi Muhammad ketika peristiwa Isra’ dan Mi’raj, beliau masuk ke dalam Surga dan melihat ke dalamnya, kemudian beliau keluar lagi. Di dalam Hadits disebutkan bahwasanya Rasulullah bersabda :
اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ، وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“Aku diperlihatkan di Surga. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum fakir. Lalu aku diperlihatkan Neraka. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita.” (HR. Muslim, 3241)
(D) Apakah di Surga seseorang bisa berbuat salah, padahal Surga itu tempat yang disucikan? Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
لَا يَسۡمَعُونَ فِيهَا لَغۡوٗا وَلَا تَأۡثِيمًا ۞ إِلَّا قِيلٗا سَلَٰمٗا سَلَٰمٗا ۞
“Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.” (QS: al-Waqi’ah {56} : 25-26)
Jawabannya
Tidak semua tempat yang disucikan Allah, dijamin tidak terjadi maksiat di dalamnya. Sebagaimana Baitul Maqdis, adalah Masjid yang disucikan Allah, tetapi terjadi maksiat di dalamnya terutama ketika dikuasai orang-orang kafir.
Walaupun Surga tidak seperti itu, tetapi kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Adam semua atas kehendak Allah untuk suatu hikmah yang Allah lebih mengetahuinya.
Di sana terdapat dalil-dalil lain yang menguatkan pendapat ini bahwa Surga Nabi Adam adalah Surga yang di langit di mana orang-orang beriman setelah Hari Kiamat akan masuk ke dalamnya. Dan bukan Surga di bumi sebagaimana oleh sebagian kalangan.
Lepas dari perbedaan itu semua, masalah Surga Nabi Adam ini, tidak ada hubungan langsung dengan ibadah harian yang kita jalani selama ini.
Yang penting bagaimana kita sebagai seorang muslim, untuk selalu meningkatkan kualitas amal ibadah kita, agar menjadi bekal yang baik untuk menghadap Allah nanti pada hari kiamat dan semoga dengan Amal Shalih dan dengan Rahmat Allah kita dimasukkan ke dalam Surga-Nya yang abadi. Amin.*/Seri Tafsir An-Najah, oleh Dr. Ahmad Zain An Najah, MA