CERITA ringan tentang makhluk Tuhan, saat seekor kumbang menghampiri sekuntum bunga pada sesi sarapan di pagi nan cerah.
Di salah satu sudut kompleks Pesantren Hidayatullah, Rambutan, Banyuasin, Sumatera Selatan itu, sang kumbang tampak menikmati awal harinya dengan riang gembira.
Berlatar belakang birunya langit dan hijaunya daun pepohonan, tubuh hitam sang kumbang berpadu padan dengan si cantik kuning-orange di hadapannya.
Perpaduan warna-warni kontras itu menghasilkan pemandangan indah, yang aduhai sungguh memanjakan mata.
Senin, 16 Sya’ban 1437 (23/05/2016) itu dalam bidikan hidayatullah.com, sang kumbang bergiliran menikmati bunga-bunga lain yang sama cantiknya. Sesekali satu-dua ekor kawannya datang menemani perburuan paginya.
Menyicipi bunga-bunga yang sama…. Subhanallah!
Tapi sebaliknya. Ini cerita yang sama sekali tidak indah, saat “sang kumbang” betul-betul seperti seekor kumbang; menjamah “bunga-bunga” berbeda, yang sudah dijamah “kumbang” lain pula.
Seenak maunya, sekehendak nafsunya.
Bukan lagi satu-dua. “Kumbang” yang seperti ini begitu melimpah sebagai lakon-lakon dalam cerita-cerita nyata di jagat manusia.
Lihat saja kabar-kabar di berbagai media massa, yang aduhai sungguh tidak menyenangkan saat membacanya! Bahkan “menodai” keselarasan alam dalam cerita kumbang dan bunga yang sebenarnya.
Sudahlah! Biarkan keduanya melakoni naluri masing-masing sebagai binatang dan tumbuhan ciptaan Allah.
Jangan lagi ada cerita dan berita menyesakkan dada tentang “kumbang dan kembang”, tentang pemerkosaan, tentang perselingkuhan (lebih dari) sepasang makhluk berkodrat manusia.
Sebab orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya, sebagaimana termaktub dalam kitab suci-NYA, adalah seperti binatang. “Bal hum adhol”, “Bahkan lebih rendah daripadanya.” Naudzubillah!*