Hidayatullah.com | ADA momentum tahunan yang kehadirannya selalu menggembirakan umat Islam, yaitu: Ramadhan. Suatu bulan yang di dalamnya berisi banyak karunia dan keutamaan yang secara khusus oleh Allah dipilih sebagai waktu kewajiban puasa bagi orang-orang beriman (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Bulan ini –dengan segenap keistimewaannya– sudah selayaknya membuat umat Islam gembira. Pasalnya, Allah berfirman dalam al-Qur`an:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira’..” (QS. Yunus [10]: 58).
Baca: Salah Memaknai Puasa Ramadhan
Berdasarkan ayat ini, bisa dipahami bahwa bergembira atas karunia (keutamaan) dan rahmat Allah adalah hal luhur yang diperintahkan oleh Allah . Terlebih, ketika karunia dan rahmat itu berupa kesempatan untuk bersua dengan bulan Ramadhan yang penuh rahmat dan keutamaan. Maka sangat wajar jika di tengah-tengah masyarakat Islam, kegembiraan sedemikian membuncah dalam menyambut bulan mulia ini.
Setiap tahun, penulis berusaha mencari alasan yang paling kuat untuk bergembira di bulan ini agar mendapat spirit yang lebih dari Ramadhan sebelumnya. Setelah membaca al-Qur`an, di antara alasan kenapa perlu gembira dalam menyambut bulan ini adalah berdasarkan surah al-Baqarah ayat 185.
Dari ayat ini, ada beberapa poin penting yang membuat kita bisa selalu bergembira untuk menyambut Ramadhan.
Pertama, bulan pilihan Allah . Di dalam al-Qur`an, disebutkan bahwa ada dua belas bulan dalam setahun. Ada empat yang disebut hurum (mulia) yaitu Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram.
Dari dua belas bulan itu, yang dipilih oleh Allah sebagai momen untuk menunaikan puasa sebulan penuh adalah Ramadhan. Dengan demikian, ketika umat Islam bergembira dalam menyambut hadirnya bulan suci ini, maka itu sudah sangat tepat. Bergembira dengan bulan pilihan Allah adalah kegembiraan yang tiada tara, dan ini merupakan sebuah taufik yaitu keseusaian keinginan manusia dengan kehendak Allah .
Baca: Ramadhan yang Berharga
Kedua, membuka memori manis umat Islam tentang penurunan al-Qu`an kepada Nabi Muhammad ﷺ. Pada bulan ini, di Gua Hira ada peristiwa dahsyat. Allah Yang Maha Agung, mengutus malaikat Jibril yang agung untuk menurunkan al-Qur`an yang agung, kepada manusia pilihan yang agung, yaitu: Rasulullah ﷺ.
Hadirnya kenangan sejarah ini, membuat umat Islam selalu bergembira menyambut Ramadhan. Sebab, pada momentum itu pedoman untuk meniti kehidupan dunia menuju akhirat diturunkan. Sehingga, untuk meraih kesuksesan dunia-akhirat, tidak perlu susah payah mencari pedoman lain.
Ketiga, momentum hidayah, bayyinah (penjelasan) dan furqān. Dalam Tafsir al-Jalālain, diterangkan bahwa pada momen Ramadhan ini diturunkan al-Qur`an yang memiliki karakter menunjukkan manusia dari kesesatan disertai keterangan-keterangan yang nyata mengenai petunjuk tersebut dan menuntun pada hukum-hukum yang haq sekaligus sebagai furqān (pemisah) yang memisahkan antara yang haq dengan yang batil.
Kalau umat Islam mau membaca hayat Rasulullah , fungsi-fungsi al-Qur`an tadi benar-benar diterapkan oleh beliau. Sepanjang hidupnya, diisi dengan dakwah-dakwah untuk mengantarkan hidayah kepada manusia melalui al-Qur`an. Beliau menjelaskan dengan argumentasi jelas dan kuat dan secara tegas menunjukkan garis pemisah antara haq dan batil.
Bukan suatu kebetulan ketika, turunnya al-Qur`an pada pertempuran Badar yang disebut yaumul-furqān (QS. Al-Anfal [8]: 41) itu dimenangkan oleh umat Islam, sebab perjuangan di atas jalan al-Qur`an yang haq ini pada akhirnya akan dimenangkan oleh Allah . Dan ini adalah momentum yang menggemberikan untuk dikenang dan diteladani nilai-nilainya.
Keempat, ibadah dilaksanakan secara serentak. Siapa saja yang sudah menyaksikan bulan Ramadhan, maka diwajibkan berpuasa, kecuali yang sedang uzur (memiliki alasan sesuai syariat), bisa diganti dihari lain. Pada faktanya, memang di bulan ini ibadah dengan barbagai macamnya, khususnya puasa, bisa dilakukan secara serentak di seluruh dunia. Ketika dilakukan bersama-sama, maka akan terasa mudah dan menggembirakan.
Baca: Ramadhan Menangkan Kita atas Pandemi?
Kebersamaan ini bukan saja terbatas dalam ritual ibadah seperti: puasa, shalat tarawih, baca al-Qur`an dan semacamnya, tapi juga sampai pada tataran budaya. Ada buka bersama, tadarusan dan lain sebagainya yang membuat Ramadhan menjadi bulan yang menggembirakan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kelima, semua dibalut dengan puncak pengagungan kepada Allah dan rasa syukur kepada-Nya. Ritual sebulan penuh ini, dipuncaki dengan hari raya Idul Fitri. Ini juga merupakan kegembiraan yang tak kalah besarnya, bahkan membuat kangen. Dikumandangkanlah takbir sebagai pengagungan kepada Allah dan ungkapan syukur kepada-Nya. Orang-orang bersemangat dalam menyongsong hari nan fitri di mana setelah ditempa sebulan penuh, mereka diperbolehkan kembali makan, dan menyambung silaturahmi.
Itulah beberapa alasan mengapa perlu bergembira menyambut Ramadhan. Seandainya tidak ada keutamaan lain dari 5 hal itu, niscaya itu sudah sangat memadai. Nabi Muhammad ﷺ sendiri, telah menyontohkan kepada sahabat-sahabatnya dalam menyambut Ramadhan dengan penuh kegembiraan.
Disebutkan dalam riwayat Imam An-Nasa’i Rahimahullah salah satu ungkapan antusias dan gembira dari Rasulullah ﷺ saat menyambut Ramadhan: “Ramadhan telah datang kepada kalian, ia merupakan bulan berkah, Allah telah mewajibkan kepada kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu langit dibuka, dan pintu neraka Jahim ditutup dan setan pembangkang dibelenggu. Demi Allah di bulan itu ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapat kebaikannya, maka sungguh ia tidak mendapatkannya.” (HR: An-Nasai).
Jika Rasulullah ﷺ beserta sahabatnya sedemikian gembira menyambut Ramadhan, lalu bagaimana dengan kita, terlebih pada masa pandemi yang belum juga sirna?*/Mahmud B Setiawan, Lc