Hidayatullah.com | “WAHYU, besok mau sahur?” Pertanyaan itu kuajukan untuk anak seumuran 6 tahun. Dia mengangguk penuh semangat dan, dengan mata yang dibulatka “Kak kalau puasa tidak boleh makan dan minum ya? Tanya adik kepadaku.
“Iya dik,” jawabku singkat pertanyaaan yang sebenarnya sebuah pernyataan. Banyak dari kalangan kita memandang hanya anak kecil berusia 6 tahun. Adikku juga puasa, mungkin pembaca ada yang berfikir demikian. Saya mengangkat cerita tentangnya bukan karena umurnya yang masih sangat kanak-kanak. Melainkan dia adalah anak korban Palu, sudah satu tahun berlalu masa pilu itu. Kupikir dia sudah menimbun semua kisah tentang mereka (keluarganya yang meninggal di hadapan matanya disebabkan gempa yang begitu dahsyat).
Pernah suatu malam selepas shalat Isya, kami menikmati hidangan rezeki yang tak henti-henti (bersyukur kepada Rabb atas rezekinya). “Aku nggak pernah makan ayam,” gumam adik samar. “Ini, lagi makan ayam,” ucapku menghibur.
“Bukan begitu kak,” dengan nada yang ditegaskan. “Maksdnya waktu di Palu,” sambungnya kembali.
Mendengar hal itu seketika aku tertunduk, “Ya Allah dia mengingat masa lalunya,” gumamku di dalam hati.
Kuasa takdir Allah yang tidam dapat dibaca secara kasat mata oleh manusia. Wahyu namanya terpilih untuk dididik di lingkungan Hidayatullah Talisayan, Berau, tempat kami bermukim.
Siapa sangka yang awalnya diambil dari Palu oleh penjual sayur hanya untuk membantu membereskan jualan, terkadang berkelahi dengan anak penjual. Terkadang hal tersebut membuat dia mendapatkan sebuah pukulan.
Ummi berkata saat wahyu pertama kali datang badannya kurus tidak terurus, mudah menangis dan selalu berbohong. Awalnya dia hidup di asrama seperti santri lainnya, tapi dia selalu menangis karena mendapatkan ejekan serta tak jarang santri lainnya suka menganggunya.
Hampir setiap malam warga Hidayatullah mendengar teriakan histerisnya. Hingga Abah dan Ummi memutuskan untuk merawatnya. Siapa lagi yang akan menjaga anak yatim piatu ini kalau bukan kita. “Jangan sampai dia pergi tinggalkan pondok dan kita semua menjadi rugi setelah dia pergi,” kata Abah kepada kami.
Abah sering melihatnya tertidur di masjid, terkadang Abah pula yang menggendongnya untuk dibawa ke rumah. Abah pun kadang menemaniny tidur, sebab setiap malam dia selalu berteriak histeris seperti rekaman tahun lalu kembali berputar.
Sampai-sampai ummi dan Abah terjaga hanya untuk melihat Wahyu kembali tidur. “Selama anak ini di sini, sayangi dia, kita didik mengenal rabb,” ujar ummi lirih. “Terserah ketika besar dia mau tinggalkan ummi dan Abah silahkan yang penting dia masih tetap shalat,” lanjut Ummi menambah kekhawatirannya.
Sungguh luarbiasa jiwa ibu yang mendidik anak berkualitas yang Allah sendiri bakal menanggung hidupnya yang Nabi pun menggambarkan dalam haditsnya kedekatan antara beliau dengan mereka anak yatim piatu.
Pernah saat puasa ke-12 Wahyu berulah, dia mengambil uang sauadari perempuanku walau jumlahnya tak banyak tapi itu menjadi kegemesan buatku. Aku berencana mengintrograsinya, namun Ummi mengatakan tidak perlu dan Ummi mengganti uangnya. Aku pun menjelaskan dengan baik kepada ibu bahwa masalah ini bukan masalah gantinya akan tetapi kejujuran yang harus ditanamkan.
“Dik Wahyu masih tahap didikan Nak, dia masih satu tahun bersama Ummi. Adik harus selalu diingatkan hakikat kejujuran. Lagipula Dia sudah tidak separah dulu. Sekarang Wahyu sudah lebih baik. Contohnya saja ketika ditanya langsung, maka dik Wahyu akan mengatakan ‘iya atau tidak’ atas perbuatannya,” jelas Ummi kepadaku.
Pada hari 13 puasa siapa bisa mengira rezekinya langsung datang tanpa henti. Bukan berupa barang melainkan jumlah uang. Aku banyak mengambil hikmah saat itu Ummi yang sudah setahun merawatnya, mengajarkan mengenal huruf. Insya Allah dia akan memasuki masa sekolah dasar.
Alhamdulillah, sungguh perubahaan luar biasa pada anak ini. Subuh shalat jama’ah ikut Abah walau terkantuk-kantuk. Ikut Sahur dan tahan berpuasa satu hari walau kadang dia sudah memohon untuk berbuka.
Aku sangat bersyukur bisa berada di keluarga yang Allah amanahkan sosok anak yang dijamin hidupnya oleh Rabb, semoga kita dikumpulkan di jannahnya bersama orang-orang yang bersyukur setiap harinya masih memiliki keluarga yang sempurna dan yang sayang dengan kita.
Jadikanlah Ramadhan kali ini momen yang luar biasa dan tidak akan sia-sia. Saling membantulah meski hanya dengan hal yang sederhana. Tinggalkanlah iman agar imun selalu terjaga. Materi memang tampak berkurang, namun hakikatnya semua itu bernilai disisi-Nya./ Mujahidah