Hidayatullah.com–Bulan Ramadhan adalah bulan di mana al-Qur’an diturunkan di dalamnya. Karena itu, bulan Ramadhan disebut juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan al-Qur’an). Ketika bulan ini tiba, penduduk Mesir begitu antusias menyambutnya.
Pada setiap bulan Ramadhan, di Mesir banyak sekali daurah tahfidz al-Qur’an. Apalagi ketika Ramadhannya bertepatan dengan liburan musim panas yang cukup panjang, sekitar empat sampai lima bulan.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para orangtua untuk memasukkan anak-anak mereka ke daurah tahfidz al-Qur’an. Mereka mengutus anak-anaknya ke daurah yang berada di luar kabupaten atau bahkan luar provinsi.
Bahkan ada juga orangtua yang sengaja mengontrak rumah sementara di dekat tempat daurah untuk menemani anaknya selama ikut daurah tahfidz.
Panitia daurah tahfidz menyiapkan para pembimbing untuk membina anak-anak yang datang dari luar Kabupaten. Mereka dikumpulkan di satu rumah kontrakan dan ditemani seorang pembimbing, karena kebanyakan mereka masih usia SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Sang pembimbing tidak hanya mengurusi hafalan mereka, namun juga mengurusi makan (sahur dan buka puasa), tidur dan kebersihan pakian mereka. Watak orang Mesir yang keras, membuat sang pembimbing harus ekstra sabar dalam membimbingya walaupun harus dengan teriak-teriak dan tidak jarang main pukul. Hal demikian sangat lumrah di Mesir, sebagai gaya mendidik mereka yang keras.
Kebanyakan daurah tahfidz yang diadakan, selama tiga bulan tanpa libur.
Mulai dari awal liburan musim panas sampai memasuki bulan suci Ramadhan, dan berlanjut setelah libur idul fitri.
Mereka digembleng selama daurah untuk fokus menghafal al-Qur’an, mulai dari pagi sampai menjelang buka puasa. Ada yang sudah selesai hafalannya, ikut daurah hanya untuk memuraja’ah (mengulang hafalan). Namun banyak juga yang belum selesai dan itu yang diutamakan oleh panitia daurah tahfidz.
Pihak daurah menyaratkan agar target minimal hafalan perhari adalah dua rubu’ atau seperempat juz per hari. Namun tetap tidak membebani bagi yang tidak mampu, karena kemampuan anak-anak dalam menghafal berbeda-beda.
Salah satu tempat daurah tahfidz adalah di Masjid At-Taqwa di Samannud, Mesir. Ketika sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, masuk dari jam 06.00 sampai jam 18.00. panitia tidak memberikan waktu libur selama Ramadhan, alias wajib masuk setiap hari. Kebanyakan anak-anaknya berasal dari luar daerah tempat diadakannya daurah.
Sebut saja Muhammad, kelas tiga SMP, salah satu peserta daurah yang berasal dari Kafr Syeikh luar Samannud yang cukup jauh.
Dia memilih untuk ikut daurah di luar daerah karena waktu yang diberikan untuk menghafal sangat banyak, berbeda dengan yang ada di daerahnya.
“Saya sengaja pergi dari daerah saya dan ikut daurah disini karena waktu menghafalnya banyak, seharian. Sedangkan di daerah saya cuma dari habis ashar sampai menjelang buka,” ujarnya.
Muhammad pergi bersama teman-teman satu daerahnya.
Lain halnya dengan Yusuf kelas satu SMP, dia sengaja pindah bersama keluarganya ke dekat tempat daurah dan mengontrak rumah sementara selama Ramadhan.
“Saya ke sini bersama orangtua. Katanya agar tetap tinggal bersama keluarga dan fokus menghafal,” katanya.
Demi al-Qur’an, para orangtua rela mengirimkan anak-anaknya sebagai delegasi keluarga untuk menghafal al-Qur’an di Provinsi seberang selama Ramadhan.
Begitu pula dengan anak-anaknya juga antusias menyambut seruan tahfidz. Rata-rata anak-anak Mesir ketika selesai sekolah SMA, mereka sudah menyelesaikan hafalan al-Quran 30 juz. Sehingga nanti ketika masuk universitas tinggal mengulang saja.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Untuk anak-anak dari luar Mesir, penyikapannya dalam menggembleng tahfidz agak sedikit berbeda karena melihat kemampuannya. Sehingga tidak diharuskan hafal sekian dalam sehari, namun disesuaikan dengan kemampuannya.
Sebut saja Muhammad Amin anak usia 12 tahun, peserta daurah yang berasal dari Kirgistan yang hanya mampu menghafal separuh halaman perharinya.
“Saya hanya bisa menghafal lima sampai delapan baris setiap harinya, itu saja sangat berat bagi saya,” ujarnya.
Daurah tahfidz ini dibuka tidak hanya untuk orang Mesir saja, namun untuk umum.
Banyak yang ikut daurah tahfidz anak-anak dari luar Mesir, seperti anak-anak dari Rusia dan pecahan-pecahannya, Sudan, Indonesia dan pelajar lain dari Negara asing.
Momen daurah tahfidz ini diminati tidak hanya oleh orang pribumi, namun sangat dicari oleh para mahasiswa asing pada umumnya dan mahasiswa Indonesia khususnya.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Bahari Ali, mahasiswa Al Azhar Jurusan Syari’ah Islamiyyah tingkat tiga asal Yogyakarta bersam teman-teman lainnya dari Indonesia.*/Jundi Iskandar (Mesir)