Hidayatullah.com—Pemerintah Mesir menegaskan secara resmi status Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai organisasi teror, menyusul ledakan bom atas kantor Direktorat Keamanan di kota Manshurah.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Rabu (25/12/2013) Wakil Perdana Menteri Hossam Eissa mengatakan bahwa kabinet telah menetapkan Al-Ikhwan sebagai sebuah kelompok teroris, sehingga dapat dijerat dengan pasal 86 Undang-Undang Hukum Pidana yang mendefinisikan terorisme serta hukuman bagi pihak-pihak yang terkait dengannya.
Eissa menyatakan, serangan bom mematikan di kota Manshurah, serta serangan-serangan atas gereja dan tindak kekerasan lainnya terkait dengan anggota-anggota Al-Ikhwan, membuat pemerintah mengeluarkan keputusan itu.
Dilansir Ahram Online, kejaksaan masih menyelidiki kasus ledakan bom di kota Manshurah yang menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai lebih dari seratus orang lainnya. Kelompok bersenjata Anshar Baitul Maqdis telah mengaku sebagai pelaku serangan hari Selasa dini hari itu. Belum diketahui apakah kelompok asal Sinai itu memiliki hubungan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun.
Kelompok-kelopok politik di Mesir sebagian menuding Al-Ikhwan berada di balik serangan di Manshurah. Sementara itu, Al-Ikhwan sendiri menolak bahkan mengecam terjadinya peledakan itu.
Pakar hukum menilai keputusan pemerintah yang menetapkan Al-Ikhwan sebagai organisasi teror itu bisa menghadapi gugatan hukum serius.
“Perdana menteri tidak punya hak untuk menyatakan Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai sebuah kelompok teroris, sebab tidak ada undang-undang terorisme yang memberikannya hak itu. Bahkan pasal 86 hukum pidana tidak memberikannya hak untuk menyatakan Al-Ikhwan sebagai teroris,” kata Amr Al-Shalakany, seorang profesor hukum di American University di Kairo. Menurutnya, pengadilan yang berhak memutuskan Al-Ikhwan sebagai organisasi teror.
Al-Shalakany menambahkan, keputusan perdana menteri itu bisa dikalahkan oleh pengadilan administrasi dengan mudah.
Sependapat dengan Al-Shalakany seorang pengacara hak asasi Malik Adly mengatakan, “Ini jadi masalah. Ini adalah keputusan administratif dan bukan legislatif, sebab hanya presiden sementara yang punya hak legislatif untuk mengeluarkan putusan dan undang-undang, bukan kabinet.”
Adly berpendapat keputusan itu adalah keputusan politis dan bukan keputusan hukum. “Saya sangat tidak yakin orang yang membuat keputusan itu memikirkan secara menyeluruh latar belakang hukumnya.”
Dia menambahkan, “Akan lebih baik jika menunggu pengadilan mengeluarkan putusan Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai sebuah organisasi teroris.”
Sebelumnya, Al Azhar, Al Ikhwan al Muslimun (IM) dan Salafy An Nur sama-sama mengecam aksi peledakan bom yang disebut oleh pihak pemerintah sebagai bom bunuh diri yang menyebabkan setidaknya 15 terbunuh.*